Rabu, 01 Januari 2014

cerpen: Pangran Yang Menyamar



Pangeran Yang Menyamar


Satu bulan sekali Raja mengadakan perjamuan. Lima puluh warga masyarakat yang berjasa diundang. Mereka duduk di bangku yang menghadap meja panjang dan menikmati aneka hidanngan lezat. Raja bercakap-cakap dengan para warga yang mendapat kehormatan dan pada waktu pulang masing-masing mendapat medali emas.
Sungguh suatu pertemuan yang menarik. Ada orang yang merintis usaha dan mengurangi pengangguran di lingkungannya, ada anak gadis yang menyelamatkan adik-adiknya dari bahaya kebakaran, ada polisi yang meringkus penjahat, ada guru yang memberantas buta huruf di kampungnya, petani yang menemukan bibit jagung jenis baru, dan sebagainya.
Namun, dalam pesta itu  Raja tak pernah mengundang anak-anaknya. Maka putra bungsu Baginda yang berusia 16 tahun, Tio jadi bertanya-tanya. Dan jawaban ibunya tegas saja, “Anakku, jamuan makan itu khusus untuk orang-orang yang sudah membuktikan jasanya. Jadi kalau kamu juga bisa menunjukkan bahwa kamu berjasa, tentunya ayahmu akan mengundangmu.”
“Tapi, Ibu, dengan cara apa aku harus menunjukkan bahwa aku berjasa?” tanya Tio. “Aku selalu sibuk dengan pelajaran sekolahku.”
Ibunya tersenyum.
“Kalau kamu tabah dan mau kerja keras, Ibu bias menunjukkan jalan,” kata Ibunya.
“Tolong tunjukkan, Bu. Aku mau melakukan apa saja, asalkan aku bias diundang ke perjamuan,” kata Tio.
“Pada waktu libur sekolah, kamu harus menyamar menjadi pelayan selama dua minggu. Dan kamu bertugas di dapur. Nah, carilah kesempatan untuk berbuat sesuatu yang baik dan menguntungkan kerajaan,” pesan Permaisuri.
Tio sangat gembira. Libur sekolah masih dua bulan lagi. Rasanya lama benar saat itu tiba.
Akhirnya tibalah saat yang dinantikan. Kepala dapur istana, Pak Yan, tidak mengenali bahwa Tio itu pangeran kerajaan. Tio disuruh menyapu, membantu memasak, menyiapkan meja, dan sebagainya. Melihat Tio yang demikian canggung bekerja, Pak Yan mengomel, “Anak muda seperti ini diterima bekerja. Kalau kamu tidak ada kemajuan dalam waktu seminggu, akan kupecat.”
“Maaf, Pak, saya akan berusaha sebaik-baiknya!” kata Tio. “Beri saya kesempatan.” Dalam hati ia sangat tersinggung. Tapi, ibunya mengatakan bahwa ia harus tabah.
Untunglah Tio cerdas dan cepat belajar. Sesudah tiga hari ia mulai terbiasa dengan tugas-tugasnya dan mulai cekatan. Pak Yan senang juga, walaupun omelan-omelannya tetap sering terdengar.
Wakil Pak Yan adalah Pak Rus. Pak Rus ini pendiam dan penyabar. Ia melakukan banyak tugas, karena Pak Yan umumnya hanya memerintah. Salah satu tugas Pak Rus adalah menerima bahan makanan dari pemasok. Tio membantunya, menimbang sayur, buah, telur, daging, dan sebagainya, kemudian mencocokkan dengan catatannya.
Suatu hari ketika Pak Rus dan Tio menerima barang, Pak Yan mendekati dan memperhatikan pekerjaan mereka. Setelah selesai, ia memarahi Pak Rus.
“Kamu ini bagaimana, sih. Kuberi kepercayaan menerima barang, tapi kammu tidak menuruti pesanku. Sudah ku katakan semua barang harus dikurangi satu kilogram dari daftar,” kata Pak Yan.
“Itu tidak jujur. Aku tidak bisa melakukannya,” kata Pak Rus.
“Kamu harus bisa. Kalau tidak bias, kamu boleh mengundurkan diri. Kuberikan waktu untuk berpikir,” kata Pak Yan. “Besok aku akan mengajarkan Tio cara menerima barang sesuai keinginanku.”
Tio segera tahu bahwa Pak Yan beniat tidak baik.
Esok harinya, Pak Yan mengajarkan Tio. Setiap barang yang diterima dikurangi satu kilogram dari daftar.
Hari itu ketika ada kesempatan, Pak Rus berkata, “Tio, kamu masih muda. Kejujuran lebih berharga daripada pekerjaan. Carilah pekerjaan di tempat lain daripada bekerja di sini tetapi melakukan kecurangan. Orang jahat pasti menerima ganjaran.”
“Terima kasih, Pak Rus. Saya akan mempertimbangkan nasihat Pak Rus,” kata Tio.
Tio berpikir. Ia sudah bekerja sebelas hari. Waktunya tinggal tiga hari. Setelah itu ia harus berhenti, karena ibunya memberi kesempatan dua minggu. Sekaranglah saatnya bertindak untuk menunjukkan jasanya pada kerajaan.
Malam harinya Tio melapor pada ibunya.
“Bagus, Tio, rasanya keinginanmu tidak lama lagi akan segera tercapai!” kata ibunya.
Esok harinya ketika pemasok dating, Pak Yan memanggil Tio untuk membantunya.
Tio menimbang barang, tapi tak dikurangi satu kilogram pun.
“Kamu ini bagaimana, kalai dicatatan 20 kg, kamu timbang 19 kg. kelebihan barang dikembalikan pada pemasok,” omel Pak Yan.
“Maaf, aku tidak biasa!” kata Tio.
“Sudahlah, biar aku yang menimbang. Kamu bantu mengangkat barang saja!” kata Pak Yan tidak sabar.
Ketika setengah dari pekerjaan menerima barang selesai, muncullah para pengawal. Mereka berkata, “Pak Yan, kami bertugas melakukan pemeriksaan. Mana barang-barang yang sudah ditimbang? Kami akan memeriksa timbangannya apakah sudah sesuai dengan yang dicatatan apa belum!”
“Oh.. ya, ya, silakan berurusan dengan Tio, anak buahku. Ia bertugas menerima barang!” kata Pak Yan.
Tio tersenyum dan berkata, “Bapak yang menimbang, bukan? Aku Cuma membantu mengangkat.”
Wajah Pak Yan merah padam.
“Kamu berani benar kurang ajar pada atasan! Saya pecat kamu, baru tahu rasa kamu!” kata Pak Yan dengan berang.
“Pak Yan tidak perlu memecat saya. Saya juga akan mengundurkan diri, karena tugas saya sudah selesai. Saya adalah putra bungsu Raja. Ayo, silakan Bapak-Bapak bertindak,” kata Tio.
Kecurangan Pak Yan segera terungkap. Hari itu juga kepala personalia istana memproses kasus tersebut. Pak Yan dimasukkan ke penjara. Dan Pak Rus menggantikan kedudukannya.
Pada waktu jamuan makan kerajaan diadakan bulan berikutnya, Tio diundang karena ia berjasa membongkar kecurangan di dapur istana. Keinginan Tio tercapai karena ia mau berusaha dan bekerja keras untuk mencapai apa yang diinginkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar