SECUIL KISAH DI KOLONG LANGIT
Di sudut
kota tua yang seakan merintih menahan keluh
Yang menjadi
pusat peredaran kehidupan sang makhluk
Anak-anak
berlomba mencari mobil di lampu merah
Hanya untuk
mendapatkan sesuap nasi dan pelepas dahaga
Mereka hidup
sendiri tak punya ayah bunda
Apalagi
sanak saudara sebagai tempat pelipur lara
Yang mereka
miliki hanyalah teman
Anak-anak
yang bernasib sama dan tanpa pendidikan
Mereka
adalah anak-anak terlantar
Anak-anak
yang sengaja ditelantarkan sejak kecil
Karena orang
tua yang tidak mampu menghidupinya
Ataupun
orang tua yang tak mau menginginkan kehadirannya
Sungguh
miris kehidupan mereka[1]
Hidup di
tengah peliknya kehidupan
Tak ada
kemewahan dalam dirinya
Kolong-kolong
langit yang menjadi tempat bersandar
Tak ada
rumah
Tak ada
kasur empuk
Tak ada
selimut yang lembut
Yang ada
hanyalah alas kardus bekas yang mereka temukan di tumpukan sampah
Pakaian
mereka seadanya
Bahkan itu
pakaian mereka satu-satunya di dunia
Selembar
kain tipis yang selalu melekat di badan
Jika terkena
angin,
Rasanya
hembusan angin itu menembus rusuknya
Jika kondisi
tidak baik menghadangnya
Ya, sakit
misalnya
Mereka hanya
bisa menahannya
Karena tak
ada yang merawatnya
Tak ada yang
menjaminnya
Tak ada
kata-kata “segera larikan ke rumah sakit”
Tak ada kata
perawatan yang istimewa
Kecuali...
Ya, kecuali
rasa empati dari kawan-kawannya
Yang dengan
ikhlas mau menolongnya
Malebihi
apapun yang ada di dunia
Mengamen,
mengemis...
Itu adalah
keahlian mereka
Keahlian
yang mereka dapatkan dari sejak kecil
Agar mereka
dapat bertahan hidup
Jika
bernasib baik
Puluhan ribu
dapat dikantongi
Namun, jika
peruntungan sedang tidak berpihak
Seratus
perak pun mereka tak memperolehnya
Justru yang
mereka dapatkan hanyalah
Kata-kata
yang tak pantas dilontarkan
Kata-kata
yang sangat menusuk hati
Namun mereka
hanya bisa bersabar
Menerima
perkataan seperti itu
Perkataan
dari orang-orang yang nernasib lebih beruntung dari mereka
Mungkin
orang-orang itu tidak paham
Dengan
keadaan mereka yang kekurangan
Keadaan yang
berbanding terbalik
Dari
kehidupan mewah dari orang-orang itu
Akan tetapi
perjuangan mereka seolah tak pernah padam
Mereka akan
tetap terus berusaha keras untuk mencari
recehan demi recehan
Lalu
recehan-recehan yang telah mereka peroleh, mereka kumpulkan
Mereka
kumpulkan sedikit demi sedikit
Mereka
berharap recehan- recehan itu lama-lama bisa menjadi bukit
Ya, seperti
kata pepatah
Sedikit demi
sedikit lama-lama menjadi bukit
Menjadi
berharap tumpukan uang itu menjadi sangat banyak jumlahnya
Agar mereka
bisa merubah nasib mereka menjadi manis
Namun,
mereka seakan bangun dari tidurnya
Bangun dari
mimpi-mimpinya
Mereka
menyadari bahwa itu semua hanyalah khayalan mereka semata
Walaupun
bagaimana juga
Uang yang
telah mereka kumpulkan tak akan langsung berubah menjadi bukuit
Seakan
kehidupan mereka tak habis dari kekecutan
Saat mereka
sedang bertugas
Hambatan pun
seolah selalu silih berganti untuk menyapa
Bukan hanya
datang dari orang-orang yang berniat buruk saja
Tetapi...
Dari
orang-orang yang berniat baik pun juga bisa menghambat pekerjaan mereka
Suatu
ketika,
Saat ada
penertiban
Penertiban
untuk membersihkan jalan dari kaum-kaum seperti mereka
Mereka
dengan siap siaga berusaha menghindar
Agar tidak
ditangkap oleh petugas
Sebenarnya,
penertiban itu tujuannya baik
Agar jalanan
menjadi tertib
Dan pengguna
jalan menjadi nyaman menggunakan jalan itu
Akan tetapi,
Jika mereka
tertangkap
Mereka akan
dibawa ke pos petugas
Dan kemudian
Mereka akan
dimasukkan ke dalam panti sosial
Tempat untuk
menampung kaum-kaum seperti mereka
Sebenarnya,
Jika mereka
berada di panti sosial itu
Mereka bisa
merasakan tidur di dalam ruangan
Mereka bisa
mengisi perut tanpa harus bersusah payah memeras keringat di setiap lampu merah
Namun...
Mereka tidak
mau
Karena hal
itu terkadang berbanding terbalik dengan kenyataanya[2]
Sehingga
mereka merasa tidak nyaman berada di tempat itu
Mereka
merasa lebih betah tinggal di tempat yang sudah mereka anggap rumah
Ya,
kolong-kolong langit
Kolong-kolong
langit yang selalu menjadi saksi bisu kisah mereka
Kehidupan
mereka rawan akan kejahatan
Yang seolah
selalu ingin hinggap pada hidup mereka
Jika melihat
kisah mereka satu persatu
Sungguhlah
membuat hati tak tega
Perbudakan...
Ya, mereka
sering mengalaminya
Bahkan oleh
oarang-orang sesama mereka
Orang-orang
yang menganggap dirinya lebih berkuasa dari mereka
Orang-orang
yang menganggap dirinya lebih kuat dari merekayang masih kecil
Orang-orang
yang seakan tak merasakan penderitaan itu
Seharusnya
mereka bekerja untuk kehidupannya
Akan
tetapi...
Tak jarang
dari sebagian mereka justru bekerja untuk orang lain
Mereka
dijanjikan kehidupan enak oleh seseorang
Seseorang
yang menganggap dirinya sebagai raja jalanan
Seseorang
yang menganggap dirinya penguasa daerah itu
Mereka
dijanjikan perlindungan
Mereka dijanjikan
jatah makan dan upah
Hanya dengan
disuruh meminta-minta uang pada orang lain sebagai tugas mereka
Sementara
sang raja jalanan itu hanya bersantai-santai
Menunggu
mereka menyetor uang itu pada sang raja jalanan
Namun apa
yang mereka dapat
Janji itu
hanyalah angin lalu
Mereka tak
diberi apa yang telah menjadi perjanjian
Mereka tak
diberi jatah makan
Bahkan uang
sepeserpun tak berhasil mereka sembunyikan
Karena
perlakuan kasar dari sang raja jalanan
Yang
langsung merebut setoran mereka
Namun apa
boleh buat
Mereka hanya
bisa pasrah
Karena
mereka takut
Takut jika
kehidupan mereka justru menjadi terancam
Eksploitasi...[3]
Sebenarnya
beberapa dari mereka mengaku masih memiliki orang tua
Namun karena
kondisi ekonomi
Yang memaksa
mereka untuk turun ke jalanan
Karena
mereka juga dipaksa oleh orang tua mereka
Dipaksa
untuk menjadi alat pencetak uang
Dan terpaksa
mereka harus menghentikan pendidikan mereka yang baru saja dimulai
Perdagangan
anak...
Mereka
rentan akan diperjual belikan kepada orang-orang yang tak dikenal
Beberapa
dari mereka pernah mengalami
Dikumpulkan
menjadi satu
Bersama
anak-anak yang menjadi korban
Mereka
dibawa oleh orang-orang yang mengaku dari sebuah lembaga
Katanya
mereka akan kenyamanan
Namun apa,
itu hanyalah kedok semata
Kedok untuk
menutupi maksud jahat orang-orang itu
Lalu mereka
dikumpulkan dalam suatu tempat yang dijadikan markas
Oleh
orang-orang yang tak memiliki hati nurani
Tak jarang
beberapa dari mereka berusaha melarikan diri
Kabur dari
markas
Agar mereka
tidak dijual kepada orang-orang berduit
Yang tak
tahu apakah orang itu berniat baik
Atau justru
memiliki niat buruk dengan memilikinya
Namun
terkadang usaha mereka untuk kabur hanyalah sia-sia
Karena tubuh
mereka masih kecil
Karena umur
mereka juga masih seumur jagung
Sementara...
Lawan mereka
Orang yang
tak berhati nurani itu lebih kuat
Dan jumlah
mereka pun tidak hanya satu
Serta tubuh
orang-orang itu juga tidaklah sekurus mereka
Melainkan
seperti raksasa
Yang siap
menerkam jika mereka melawannya
Kehidupan
luar sangatlah keras
Jika tak
mampu mempertahankan diri
Justru bisa
tumbang sia-sia
Menjadi anak
jalanan bukanlah pilihan mereka
Kalau boleh
memilih
Mereka ingin
dilahirkan kembali
Dilahirkan
kembali di tengah keluarga yang sempurna
Mereka ingin
kehidupan yang lebih layak
Mereka ingin
merasakan kasih sayang orang tua
Mereka ingin
diperhatikan
Mereka ingin
mendapatkan pendidikan
Menikmati
indahnya memakai seragam
Menikmati
indahnya bermain bersama kawan
Tapi apa
daya...
Mereka itu
siapa?
Mereka
hanyalah anak-anak jalanan
Anak-anak
penghias jalan ibukota
Yang siang
dan malam harus selalu memeras keringat mereka
Dan
terkadang mereka hanya dipandang sebelah mata
Kehidupan
mereka sangat berbahaya
Jika salah
melangkah
Bisa saja
mereka terjerumus dalam tindakan tidak baik
Ya, tindakan
kriminal
Tindakan
yang erat hubungannya dengan anak-anak denagn nasib seperti mereka
Mencuri,
mencopet, dan menipu orang lain
Bisa saja
mereka terjerumus dalam perbuatan itu
Mungkin jika
mereka sedang dalam keadaan terpaksa
Tapi
entahlah
Lalu...
Jika mereka
salah memilih teman
Mereka juga
bisa terjerumus pergaulan bebas
Pergaulan
anak muda jaman sekarang
Ya,
pergaulan bebas
Namun...
Walaupun
mereka hidup di lingkungan bebas
Tapi
sebenarnya
Dari lubuk
hatinya
Tak ada
kemauan dari dalam hati
Untuk
terjerumus dari segala perbuatan yang tidak baik itu
Menjadi
kecil dan tertindas bukanlah suatu pilihan
Menjadi
kecil dan tertindas juga bukanlah pilihan mereka
Namun inilah
kenyataan
Kenyataan
dari dunia luar yang harus dihadapi
Dunia yang
penuh dengan persaingan
Dunia yang
penuh kepalsuan
Siapa yang
kuat dan pandai memainkan trik
Dialah
juaranya, mampu menguasai kaum yang lemah seenak hatinya
Dan siapa
yang kalah dan lemah
Dialah yang
harus merasakan kepahitan dunia
Seharusnya...
Anak seusia mereka
masih bisa meraskan indahnya permainan
Masih harus
menikmati kasih sayang dari orang-orang terkasih yang telah membawanya hadir ke
dunia ini
Masih harus
mendapatkan indahnya bangku sekolah
Masih harus
mendapatkan makanan yang penuh gizi agar tubuh mereka tidak megurus dan kering
kerontang
Karena
mereka masih dalam usia pertumbuhan
Namun
sebaliknya
Keadaan itu
seolah menolak untuk singgah di hidup mereka
Sungguh...
Di manakah
letak keadilan di negeri ini?
Di saat
orang-orang besar menikmati indahnya dunia
Di saat
orang-orang besar tengah sibuk menikmati kesuksesannya
Di saat
orang-orang besar berlomba-lomba untuk menjadi yang paling terdepan
Sementara
itu...
Di sudut
tempat lain
Ada
anak-anak yang tak seberuntung orang-orang itu
Mereka harus
menanggung nasib mereka sendiri
Nasib yang
semua orang tak ingin merasakannya
Apakah
orang-orang besar itu tidak melihat kondisi mereka?
Sungguh
ironi memang, namun itulah kehidupan
Seharusnya,
Seharusnya
kita semua bersatu
Bahu mambahu
untuk menolong mereka
Menolong
kaum-kaum kecil seperti mereka
Setidaknya
dengan bantuan kecil
Bantuan
kecil yang dapat membuat mereka melemparkan senyum kebahagiaan
Bantuan
kecil yang dapat membuat mereka merasa sedikit beruntung
Bantuan
kecil dengan memberikan pendidikan misalnya
Pendidikan
yang bebas biaya
Dan juga
pendidikan yang tak harus ada persyaratan yang membebankan mereka
Pendidikan
yang dapat mereka jadikan bekal untuk kehidupan mereka di masa mendatang
Kehidupan
mereka jika sudah dewasa
Agar mereka
tidak merasakan ketertinggalan
Dari arus
kemajuan zaman yang membawa mereka lebih baik lagi
Lagi, lagi,
dan lagi...
Beruntunglah...
Terkadang
mereka beruntung
Mereka
pernah menemukan malaikat-malaikat tanpa sayap
Malaikat-malaikat
yang membantu mereka[4]
Walaupun
bantuan itu tidak seberapa
Tetapi
setidaknya mereka bisa sedikit merasakan bagaimana belajar
Ya, mereka
diajarkan membaca dan berhitung
Mereka
diajarkan keterampilan
Keterampilan
membuat kerajinan
Dari
sampah-sampah bekas yang mereka kumpulkan
Sampah-sampah
bekas yang masih bisa didaur ulang
Dijadikan
barang-barang yang berguna dan mempunyai nilai jual
Selain itu,
mereka juga diajarkan keterampilan bermusik
Bagaimana
memainkan musik dengan baik
Juga
memainkan musik dengan barang-barang bekas
Dan menyanyi
lagu-lagu kebangsaan
Agar mereka
lebih mencintai negerinya sendiri
Namun,
peruntungan yang mereka peroleh tak selamanya dapat mereka nikmati setiap waktu
Hanya
sesekali saja
Jika para
malaikat itu sedang singgah di kawasan mereka
Ya, karena
kesibukanlah yang menjadi penyebabnya
Kesibukan
untuk melaksanakan tugas yang lain
Kesibukan
yang tak dapat ditinggalkan
Kesibukan
yang dapat digunakan untuk menyambung hidupnya
Ya,
begitulah kehidupan mereka
Kehidupan
anak-anak yang terlantar
Yang semua
orang tak ingin merasakannya
Namun apapun
yang terjadi
Mereka tak
dapat menolaknya
Yang sudah
menjadi kehendak Sang Illahi
Kehendak
yang sudah menjadi garis kehidupannya
Namun yang
pasti
Mereka semua
sama dengan orang-orang yang hidup di dunia ini
Andai roda
dapat berputar
Mungkin
kehidupan mereka bisa menjadi bersinar
Mereka ingin
merdeka
Merdeka dari
keterpurukan
Merdeka dari
penderitaan
Mereka tak
ingin dipandang sebelah mata
Mereka ingin
diperlakukan sama
Diperlakukan
sama seperti anak-anak yang lain
Anak-anak
lain yang lebih berunrung dari mereka
Anak-anak
lain yang bisa menikmati indahnya dunia
Karena
mereka adalah anak-anak
Anak-anak
yang menjadi generasi muda
Generasi
muda penerus bangsa
Generasi
muda yang ingin meraih cita-citanya
Dan
mengabdikan dirinya kepada bangsa tercinta
Itulah
secuil kisah kehidupan anak-anak penghias jalan ibukota
Secuil kisah
yang dapat dijadikan pelajaran
Oleh semua
makhluk ciptaan Sang Penguasa jagad raya
Agar bangsa
ini dapat semakin maju
Menjauh dari
kata keterpurukan
Dan anak-anak bangsa dapat menikmati indahnya negeri tercinta ini
1. 1. Anak yang seharusnya masih berada
dalam lingkungan bermain dan belajar, ketika ia pergi atau bahkan tinggal di
jalan, maka terbayangkah kehidupan yang mereka jalani? Sepintas penglihatan kita
ketika bertemu di jalanan, kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan di perempatan
jalan misalnya, sudah mengandung beragam resiko seperti rawan akan kecelakaan
atau resiko terkena penyakit akibat kerapkali menghirup racun-racun kendaraan
bermotor. Menelusuri lebih jauh menyaksikan kehidupan malam mereka di
taman kota, pasar, gedung-gedung kosong, emperan toko, atau
gerbong-gerbong kereta di stasiun, mereka bisa terlelap tanpa alas. Bahaya apa
yang membayang-bayangi? Terlebih bila anak perempuan juga dijumpai
di sana? Beranjak lebih dalam berintegrasi dengan mereka, akan kita
ketahui bagaimana pola hubungan antar mereka, dengan orang-orang jalanan,
dengan masyarakat umum, aparat negara, dan pihak-pihak lainnya. Terbayangkah
posisi mereka? Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia jalanan adalah dunia yang
penuh dengan kekerasan dan eksploitasi. Pertarungan demi pertarungan
selalu berakhir dengan kekalahan tanpa ada kemenangan dari pihak manapun. Namun
ini terus saja berlangsung. Seorang dewasa-pun belum tentu mampu mengarunginya
dengan baik. Apalagi bagi anak-anak! (http://yayasansetara.org/kekerasan-terhadap-anak-jalanan/)
2. 2. Berbagai penelitian, laporan program, hasil monitoring
dan pemberitaan media massa telah banyak mengungkap situasi buruk
yang dialami oleh anak jalanan Semarang. Monitoring PAJS (1997) di kawasan
Tugu Muda pada periode Juli-Desember 1996, mencatat dari 22 kasus kekerasan
terhadap anak jalanan 19 kasus (86,3%) dilakukan oleh petugas keamanan
(kepolisian, Satpol PP, dan TNI) yang seharusnya memberikan perlindungan
terhadap mereka. Hal senada diungkap pula dalam laporan penelitian YDA (1997)
yang menyatakan bahaya terbesar yang paling sering dialami anak jalanan adalah
dikejar polisi di mana 91% anak yang pernah tertangkap mengaku mengalami
penyiksaan (Permadi & Ardhianie –peny.; 1997). (http://yayasansetara.org/kekerasan-terhadap-anak-jalanan/)
3. 3. Seorang anak, masih mengenakan seragam sekolah,membawa
krincingan sembari menyanyikan lagu-lagu pop di sebuah perempatan jalan.
Wajahnyadekil dan pakaiannya kumal. Meski beberapa kalipengemudi kendaraan
menolak memberinya receh, si anak tak berputus asa dan berlalu mendekati
kendaraan lain.Nama anak itu Ali. Usia yang masih belia tak mem-buatnya surut
mengais rizki dari mengamen dan mencucipiring di warung-warung. Melihat
wajahnya yang polos,orang pasti merasa iba, mengapa anak sekecil itu sudahharus
mencari uang sendiri. Ironisnya, justru sang ayahtiri yang memaksa dirinya
mengamen. Ali mengaku kerapdihajar ayahnya bila uang yang diperolehnya
sedikit.Lain lagi dengan Asnal Muttaqin. Ia dan kakaknyadisuruh sang ibu
merantau hingga ke Semarang untuk mengamen dan mencari uang. Pasalnya,
sekolah sedanglibur dan keluarga mereka sangat membutuhkan uang
untuk menyambung hidup sembilan orang anggota keluarganya.Alhasil, Asnal
dan kakaknya mangkal di emperan tokosambil mengamen dan berjualan
koran.Fenomena tersebut tidak hanya dijumpai pada Ali danAsnal. Banyak
kejadian-kejadian eksploitasi serupa yang tidak terekspos. Sayangnya,
anak-anak tersebut tidak mengertidiri mereka tengah dieksploitasi demi menopang
ekonomikeluarga. Jelas, ini membawa dampak negatif bagi sanganak. Dampak yang
paling dominan diterima adalah dariaspek psikologis. (http://www.scribd.com/doc/49258617/Tabloid-Manunggal-Eksploitasi-Anak)
4. 4. Tanpa bisa dipungkiri bahwa lembaga swadaya yang
bersifat bakti sosial ini juga turut berperan dalam perbaikan hidup para anak
jalanan. Lembaga ini tak memikirkan untung ataupun rugi, tapi bersifat sosial
untuk membantu saudara-saudara kita yang ada di luar sana. Mereka dapat
mendanai anak-anak jalanan dari para donator yang memberi bantuan kepada
lembaga swadaya. Seperti yang dikutip dalam Kompas (2010) bahwa
lembaga swadaya di Jakarta mengumpulkan para anak-anak jalanan untuk diajari
membaca, menulis, dan mengajari ketrampilan agar siap terjun kedunia kerja.
Lembaga-lembaga swadaya ini bekerja atas dasa sosial yang muncul dari hati
nurani, tanpa menunggu kebijakan-kebijakan dar pemerintah yang terkadang
memberatkan rakyat kecil, para dermawan dan para relawan ini dengan tekad
membantu saudara-saudara kita yang berada di jalanan. Tak peduli panas atau
hujan, untung atau rugi, mereka bekerja untuk kemanusiaan. Demi membantu
saudara-saudara kita, mereka melakukannya dengan tulus tanpa mengeluh dan tanpa
pamrih. Mereka juga bisa dikatakan pahlawan, sebab karena merekalah akan muncul
bibit-bibit baru yang akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini,
ditengah rusaknya dan karut marutnya bangsa ini mereka tetap bekrja dengan
hati. Mungkin ini bisa dijadikan suatu motivasi bagi kita, agar tak kalah
dengan anak-anak jalanan yang berusaha untuk hidup lebih baik lagi. Kaena
mungkin cap jelek dilekatkan pada anak-anak jalanan, tetapi tak semua anak
jalanan seperti itu. Masih banyak yang menyimpan asa atau cita-cita mereka dalam
hati mereka masing-masing, dan mereka percaya suatu saat akan tercapai berkat
kerja keras mereka. Kita hargai semua perjuangan para dermawan serta para
relawan yang dengan senang hati membantu sesame kita yang membutuhkan tanpa
adanya instruksi dari pemerintah. Bersyukurlah kita yang telah berkecukupan,
sebab masih banayak saudara-saudara kita yang kekuranagan dan membutuhkan
pertolongan kita diluar sana. Dari paparan diatas dapat diambil kesimpulan,
bahwa anak jalanan juga buth perhatian dari pemerintah. Sesuai dengan
undang-undang yang telah dibuat, hal ini sanagat penting sebab peraturan dibuat
untuk dijalankan bukan untuk dilanggar. Sebab dampak yang ditimbulakan sangat
banyak, misalnya anak jalanan dijadikan obyek eksploitasi oleh pihak-pihak tak bertanggung
jawab. Sungguh perbuatan yang keji. Maka peran pemerintah sangat vital dan
sangat dibutuhkan agar kejadian-kejadian tersebut tak terjadi lagi. Pemerintah
juga harusnya membuka lapangan kerja di pedesaan bukan hanya tersentral pada
perkotaan, bila itu telah terrealisasikan maka kejadian-kejadian yang
takdiinginkan tak mungkin terjadi. Selama ini pemerintah terkesan menutup
mata dan telinga mereka, padahal peran mereka sangat vital. Harusnya kita
bangga bahwa masih ada para dermawan dan relawan yang memperjuangkan mereka,
para anak jalanan. Seperti lembaga swadaya yang memperjuangkan mereka,
menampung mereka serta mengajarkan keterampilan pada anak-anak jalanan agar
siap masuk ke dunia kerja, dan tak lagi menggantungkan hidupnya hanya di
jalanan, tetapi juga karena kerja keras mereka yang dihargai oleh orang lain.
Untuk mewujudkannya perlu bukti nyata dari para pemerintah, bukan sekedar
janji-janji belaka tetapi tindakan nyata yang dibutuhkan utuk menyelesaikan
masalah sosial ini. Dengan membuka lapangan kerja baru, membuka panti sosial
atau tempat perkumpulan anak-anak jalanan, agar mereka aman dan terlindungi,
sehingga tak dijadikan obyek eksploitasi oleh pihak-pihak yang tak bertanggung
jawab. Semoga ini dapat terrealisasi dan terwujud, agar anak Indonesia menjadi
lebih baik lagi.(http://benradit.wordpress.com/2012/05/16/realita-kehidupan-anak-jalanan-indonesia/)