BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar
mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai
interaksi yang terjadi antara guru dan anak didik. Harapan yang selalu dituntut
guru adalah bagaimana bahan pelajaran yang disampaikan dapat dikuasai anak
didik secara tuntas. Ini merupakan masalah sulit yang dirasakan oleh guru.
Kesulitan ini bukan hanya dikarenakan anak
didik merupakan makhluk individu dengan segala keunikan, tetapi mereka juga
sebagai makhluk sosial
dengan latar belakang yang berlainan.
Ada
tiga aspek yang membedakan anak didik yang satu dengan yang lain, yaitu aspek
intelektual, psikologi, dan biologis. Ketiga aspek tersebut diakui sebagai akar
permasalahan yang melahirkan bervariasinya sikap dan tingkah laku anak didik di
sekolah. Hal
ini menjadi tugas yang cukup berat bagi guru dalam pengelolaan kelas. Akibat
kegagalan guru dalam mengelola kelas, tujuan pengajaran akan sukar dicapai.
Tujuan pembelajaran
dapat dicapai tanpa menemukan kendala yang berarti dengan pengelolaan kelas
yang baik,. Tetapi pengelolaan kelas yang baik tidak selamanya dapat
dipertahankan, ini disebabkan pada kondisi tertentu ada gangguan yang tidak
dikehendaki dengan tiba-tiba. Suatu gangguan yang datang dengan tiba-tiba dan
diluar kemampuan guru adalah kendala spontanitas dalam pengelolaan kelas
akibatnya suasana akan terganggu dan konsentrasi anak didikpun akan pecah.
Masalah
lain yang sering digunakan guru adalah masalah pendekatan, karena dapat
mempengaruhi hasil kegiatan belajar mengajar. Karena dapat mempengaruhi hasil
kegiatan belajar mengajar, maka guru tidak sembarangan memilih dan
menggunakannya. Maka penting untuk mengenal suatu bahan untuk kepentingan
pemilihan pendekatan.
Media
sumber belajar adalah alat bantu yang berguna dalam kegiatan belajar mengajar.
Kesulitan anak didik memahami konsep dan prinsip-prinsip tertentu dapat diatasi
dengan bantuan alat bantu. Bahkan alat bantu diakui dapat melahirkan umpan
balik yang baik dari anak didik.
Dalam hal ini guru memerlukan adanya variasi dalam
mengajar siswa. Karena semua orang
tidak menghendaki adanya kebosanan dalam hidupnya. Sesuatu yang membosankan
adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Demikian juga dalam proses belajar
mengajar. Bila guru dalam proses belajar mengajar tidak menggunakan variasi,
maka akan membosankan siswa, perhatian siswa berkurang, mengantuk dan akibatnya
tujuan belajar tidak tercapai.
Pengembangan
variasi pengajaran salah satunya adalah memanfaatkan variasi alat bantu, dalam
hal ini variasi media pandang, variasi media dengar, maupun variasi media
taktil. Tujuan yang hendak dicapai adalah meningkatkan dan memelihara
perhatian anak didik terhadap relevensi KBM, memberikan kesempatan kemungkinan
berfungsinya motivasi, membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah, dan
mendorong anak didik untuk belajar.
Dalam proses belajar mengajar bila ada variasi guru dapat menunjukkan adanya perubahan dalam gaya mengajar, media yang
digunakan berganti-ganti, dan ada perubahan dalam pola interaksi antara
guru-siswa, siswa-guru dan siswa-siswa. Variasi lebih bersifat proses daripada
produk.
Tujuan
pembelajaran akan dapat tercapai dengan penggunaan metode yang tepat, sesuai
dengan standart keberhasilan yang terpatri di dalam suatu tujuan. Dalam
mengajar, sering ditemukan mengkombinasikan beberapa macam metode. Penggabungan metode ini dimaksudkan
untuk menggairahkan belajar anak didik. Dengan bergairahnya belajar, maka anak
didik tidak akan merasa sukar dalam mencapai tujuan pengajaran. Guru yang telah berhasil dalam
mengajar jika tercapai tujuan pembelajarannya. Keberhasilan kegiatan belajar
mengajar dapat diketahui setelah diadakannya evaluasi.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Aspek apa saja
yang termasuk dalam pengembangan variasi mengajar?
2.
Apa saja aspek
yang termasuk dalam keberhasilan belajar mengajar?
C. Tujuan
Adapun tujuan
dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Menjelaskan
aspek-aspek yang termasuk dalam pengembangan variasi mengajar.
2.
Menjelaskan
aspek-aspek yang termasuk dalam keberhasilan belajar mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengembangan
Variasi Mengajar
1. Tujuan Variasi Mengajar
Penggunaan
variasi terutama ditujukan terhadap perhatian siswa, motivasi,
dan belajar siswa. Tujuan mengadakan variasi mengajar yaitu:
a. Meningkatkan
dan Memelihara Perhatian
Siswa Terhadap Relevansi Proses Belajar Mengajar
Dalam proses belajar mengajar
perhatian dari siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan sangat dituntut.
Sedikitpun tidak diharapkan adanya siswa yang tidak atau kurang memperhatikan
penjelasan guru, karena itu akan menyebabkan tidak memahami pelajaran dari
guru.
Faktor yang mempengaruhi siswa
sukar mempertahankan perhatian terhadap materi yang diberikan guru adalah penjelasan guru yang
kurang mengenai sasaran, situasi luar kelas yang dirasakan siswa lebih menarik
daripada pelajaran yang disampaikan, siswa yang kurang menyenangi materi
pelajaran.
Perhatian siswa terhadap materi
yang disampaikan sangat mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran. Karena
itu, guru selalu memperhatikan variasi mengajarnya, apakah sudah dapat
meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap materi yang dijelaskan
atau belum.
Perhatian siswa dalam pelajaran
yang diberikan oleh guru selama proses pembelajaran amat penting karena
mempengaruhi keberhasilan tujuan belajar mengajar yang ditunjukan oleh
penguasaan materi pelajaran pada setiap siswa. Indikator penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran adalah terjadinya perubahan di dalam diri siswa.
b. Memberikan
Kesempatan Kemungkinan Berfungsinya Motivasi
Siswa tidak akan belajar dengan
baik dan tekun jika tidak ada dorongan kuat yang menggerakan siswa tersebut,
dorongan tersebut disebut motivasi. Oleh sebab itu motivasi memegang peranan
penting dalam belajar. Motivasi setiap siswa berbeda terhadap suatu bahan
pelajaran, oleh karena itu seorang guru selalu ingin memberikan motivasi
terhadap siswa yang kurang memberikan perhatian terhadap materi pelajaran yang
diberikan. Motivasi dapat dibedakan berdasarkan timbulnya yaitu:
1) Motivasi
Intrinsik, motivaasi yang timbul dari diri sendiri.
2) Motivasi
Ekstrinsi yaitu motivasi yang timbul akibat dorongan dari pihak luar dirinya.
Bagi siswa yang selalu
memperhatikan pelajaran yang diberikan, bukanlah menjadi masalah bagi seorang
guru karena siswa tersebut sudah mempunyai motivasi, yaitu motivasi intrinsik.
Siswa yang demikian biasanya dengan kesadarannya sendiri memperhatikan
penjelasan guru.
Berbeda dengan
siswa yang tidak mempunyai atau kurang motivasi dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik
yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini peran
seorang guru lebih dituntut untuk menjadi motivator, yaitu sebagai alat yang
mendorong siswa untuk berbuat, sebagai alat yang menentukan arah perbuatan, dan
sebagai alat untuk menyeleksi perbuatan.
c. Membentuk
Sikap Positif Terhadap Guru dan
Sekolah
Tanggapan siswa kepada gurunya
bermacam-macam, masalah akan muncul apabila ada siswa tertentu yang
kurang senang terhadap gurunya , yang mengakibatkan bidang pelajaran yang dipegang
oleh guru tersebut menjadi tidak disenangi.
Ketidaksukaan
siswa terhadap guru tersebut mungkin terjadi karena:
1)
Guru tersebut kurang
bervariasi dalam mengajar
2)
Gaya mengajar guru
tidak sejalan dengan gaya belajar siswa
3)
Guru kurang dapat
menguasai keadaan kelas
4)
Guru gagal menciptakan
suasana belajar yang membangkitkan kreatifitas dan kegairahan belajar siswa
Hal ini kurang menguntungkan guru. Oleh sebab itu jadilah
guru yang bijaksana yaitu guru yang pandai menempatkan diri dan pandai
mengambil hati siswa dengan cara mempunyai gaya mengajar dan pendekatan yang
sesuai dengan psikologis siswa misalnya disela-sela pelajaran diselingi humor
dengan pendekatan edukatif.
d. Memberikan
Kemungkian Pilihan dan
Fasilitas Belajar Individual
Seorang guru dituntut untuk
mempunyai berbagai ketrampilan yang mendukung dalam proses beajar mengajar.
Penguasaan metode pelajaran yang dituntut kepada guru tidak hanya satu atau dua
metode , tetapi lebih banyak lagi. Selain itu, seorang guru harus menguasai
tiga keterampilan meliputi:
1) Metode
2) Media
3) Pendekatan
Sebagai seorang guru dituntut untuk
mempunyai berbagai ketrampilan yang mendukung tugasnya dalam mengajar.
Penguasaan metode mengajar yang dituntut kepada guru tidak hanya satu atau dua
metode, tetapi lebih banyak dari itu. Penguasaan terhadap bagaimana menggunakan
media merupakan ketrampilan lain yang juga harus dikuasai oleh guru. Demikian
juga penguasaan terhadap berbagai pendekatan dalam mengajar dikelas. Penguasaan
ketiga ketrampilan tersebut memudahkan bagi guru melakukan pengembangan variasi
mengajar.
Fasilitas
merupakan kelengkapan yang diperlukan disekolah. Fasilitas dapat
berfungsi sebagai:
1)
Sebagai
alat bantu pengajaran
2)
Sebagai alat peraga
3) Sebagai
sumber belajar
Kelengkapan fasilitas belajar
tersebut mempengaruhi guru dalam pemilihan metode pengajaran.
e. Mendorong
anak didik untuk belajar
Menyediakan lingkungan belajar
adalah tugas guru. Kewajiban belajar adalah tugas anak didik. Kedua kegiatan
tersebut menyatu dalam sebuah interaksi pengajaran yang disebut interaksi
edukatif. Lingkungan pengajaran yang kondusif adalah lingkungan yang mampu
mendorong anak didik selalu belajar hingga berakhirnya kegiatan belajar
mengajar. Belajar memerlukan motivasi sebagai pendorong bagi anak didik adalah
motivasi intrinsik yang lahir dari kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan.
Anak didik yang kurang senang
menerima pelajaran tidak harus terjadi, karena hal itu sangat menghambat proses
belajar mengajar, oleh sebab iu guru harus menciptakan lingkungan belajar yang
mampu mendorong anak didik untuk senang dan bergairah belajar. Untuk hal ini, cara
akurat yang seharusnya dilakukan guru adalah mengembangkan variasi belajar,
baik dalam gaya mengajar, dalam penggunaan media dan bahan pelajaran
2. Prinsip Penggunaan
Lingkungan
yang kondusif dan menyenangkan dalam suasana belajar sangat diperlukan agar
dapat menggariahkan belajar siswa dan merangsang siswa menjadi aktif. Salah satu upaya dari hal tersebut adalah dengan
memperhatikan beberapa prinsip penggunaan variasi dalam mengajar.
Prinsip–prinsip
penggunaan variasi mengajar adalah sebagai berikut:
a. Dalam
menggunakan keterampilan variasi sebaiknya semua variasi digunakan, selain juga
harus ada variasi penggunaan komponen untuk setiap jenis variasi. Semua itu
untuk mencapai tujuan belajar.
b. Menggunakan
variasi secara lancar dan berkesinambungan , sehingga saat proses belajar
mengajar yang utuh tidak rusak, perhatian anak didik dan proses belajar
tidak terganggu.
c. Penggunaan
komponen variasi harus benar – benar terstruktur dan direncanakan oleh guru.
Karena itu memerlukan penggunaan yang luwes , spontan , sesuai dengan
umpan balik yang diterima oleh siswa.
Bentuk umpan balik ada dua yaitu :
1) Umpan
balik tingkah laku yang menyangkut perhatian dan keterlibatan siswa.
2) Umpan
balik informasi tentang pengetahuan dan pelajar.
3. Komponen-komponen Variasi Mengajar
Pada uraian terdahulu telah disinggung bahwa
komponen-komponen variasi mengajar itu dibagi ke dalam tiga kelompok besar,
yaitu variasi gaya mengajar, variasi media dan bahan, serta variasi interaksi.
Uraian yang mendalam dari ketiga komponen tersebut adalah berikut ini:
a. Variasi
Gaya Mengajar
Dalam mengajar hendaknya
menggunakan berbagai macam variasi gaya. Dengan variasi gaya tersebut, akan
menjadikan siswa merasa tertarik terhadap penampilan mengajar guru. Variasi
gaya mengajar guru ini meliputi komponen-komponen sebagai berikut :
1) Variasi
Suara
Variasi
suara adalah perubahan suara dari keras menjadi lemah, dan tinggi menjadi
rendah, dari cepat menjadi lambat. Suara guru pada saat menjelaskan materi
pelajaran hendaknya bervariasi, baik dalam intonasi, volume, nada dan
kecepatan. Jika suara guru senantiasa keras terus atau terlalu keras, justru
akan sulit diterima, karena siswa menganggap gurunya seorang yang kejam, bila
sudah begitu siswa diliputi oleh rasa cemas, ketakutan selama belajar. Masalah
seperti ini yang harus dihindari bahkan ditiadakan. Tapi kalau suara guru
terlalu lemah (biasanya guru wanita) akan terdengar tidak jelas oleh siswa dan
tidak bisa menjangkau seluruh siswa di kelas, apalagi yang duduknya dideretan
belakang.
Bila
sudah begitu siswa akan meremehkan gurunya, perhatian siswa terhadap materi
yang diberikan itupun kurang. Untuk itu guru menggunakan variasi suara yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Jadi suara guru senantiasa
berganti-ganti, kadang meninggi, kadang cepat, kadang lambat, kadang rendah
(pelan). Variasi suara bisa mempengaruhi informasi yang sangat biasa sekalipun,
gunakanlah bisikan atau tekanan suara untuk hal-hal penting, gunakan kalimat
pendek yang cepat untuk menimbulkan semangat.
2) Pemusatan
Perhatian
Untuk
dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian
terhadap bahan yang diajarinya, jika materi yang disampaikan oleh guru iru
tidak menjadi perhatian siswa, maka bisa menimbulkan kebosanan, sehingga tidak
lagi suka belajar. Untuk memfokuskan perhatian siswa pada suatu aspek yang
penting atau aspek kunci, guru dapat menggunakan atau memberikan peringatan
dengan bentuk kata-kata. Misalnya : “Perhatikan baik-baik”, “Jangan lupa ini
dicatat dengan sungguh-sungguh” dan sebagainya.
Memang
menarik perhatian siswa itu sangatlah tidak mudah apalagi dalam jumlah siswa
yang banyak, agar perhatian itu tetap ada perlu adanya prinsip-prinsip yakni :
a) Perhatian
seseorang tertuju atau diarahkan pada hal-hal yang baru, jenis rangsangan baru
yang dapat menarik perhatian termasuk warna dan bentuk. Dalam pelajaran,
seorang guru dapat menarik perhatian tentang kata-kata penting pada suatu
bacaan dengan memberi warna merah atau digaris bawahi.
b) Perhatian
seseorang tertuju atau terarah pada hal-hal yang dianggap rumit. Bagi guru yang
harus diingat adalah suatu pelajaran tidak boleh tampak terlalu rumit dan guru
tidak boleh mempersulit pelajaran yang sederhana dikarenakan semata-mata untuk
menarik perhatian siswa.
c) Orang
mengarahkan perhatiannya pada hal-hal yang dikehendakinya, yaitu hal-hal yang
sesuai dengan minat dan bakatnya. Untuk menimbulkan minat tersebut ada dua cara
yakni dari diri sendiri dan dari luar dirinya. Dari luar bisa saja lingkungan,
orang tua dan guru. Disini gurulah yang berhak menimbulkan atau membangkitkan
minat belajar siswa baik dirumah maupun dikelas.
Dari ketiga prinsip ini guru harus mengetahui
banyak tentang siswanya agar bisa mengarahkan perhatian siswa terhadap materi
pelajaran, sehingga siswa memiliki minat belajar yang tinggi guru dalam
memusatkan perhatian siswa bisa dengan memberikan kata-kata seperti : “coba
perhatikan ini baik-baik”, karena materinya agak sulit dan sebagainya.
3) Kesenyapan
atau Kebisuan Guru (Teaching Silence)
Kesenyapan
adalah suatu keadaan diam secara tiba-tiba demi pihak guru ditengah-tengah
menerangkan sesuatu. Adanya kesenyapan tersebut merupakan alat yang baik untuk
menarik perhatian siswa. Dengan keadaan senyap atau diamnya guru secara
tiba-tiba bisa menimbulkan perhatian siswa, sebab siswa begitu tahu apa yang
terjadi dan demikian pula setelah guru memberikan pertanyaan kepada siswa
alangkah bagusnya apabila diberi waktu untuk berfikir dengan memberi kesenyapan
supaya siswa bisa mengingat kembali informasi-informasi yang mungkin ia hafal,
sehingga bisa menjawab pertanyaan guru dengan baik dan tepat.
Pemberian
waktu bagi siswa digunakan untuk mengorganisasi jawabannya agar menjadi
lengkap. Tapi jika seorang guru tidak memberikan kesenyapan atau waktu kepada
siswa untuk berfikir dalam menjawab pertanyaannya siswa akan menjawab dengan
asal alias asal bicara, sehingga jawabannya kurang tepat dengan pertanyaan.
Untuk itu seyogyanya guru memberikan kesenyapan terhadap siswa untuk memikirkan
jawaban dari pertanyaan yang diajukannya supaya jawabannya sempurna dan tepat.
4) Kontak Pandang
Ketika
proses belajar mengajar berlangsung, jangan sampai guru menunduk terus atau
melihat langit-langit dan tidak berani mengadakan kontak mata dengan para
siswanya dan jangan sampai pula guru hanya mengadakan kontak pandang dengan
satu siswa secara terus menerus tanpa memperhatikan siswa yang lain. sebaliknya
bila guru berbicara atau menerangkan hendaknya mengarahkan pandangannya
keseluruh kelas atau siswa, sebab menatap atau memandang mata setiap anak disik
atau siswa bisa membentuk hubungan yang positif dan menghindari hilangnya
kepribadian. Bertemunya pandang diantara mereka yang berinteraksi, sesungguhnya
merupakan suatu etika atau sopan santun pergaulan karena menunjukkan saling
perhatian diantara mereka.
Hal-hal
yang harus dihindari guru selama presentasinya didepan kelas :
a) Melihat
keluar ruang
b) Melihat
kearah langit-langit
c) Melihat
kearah lantai
d) Melihat
hanya pada siswa tertentu atas kelompok siswa saja
e) Melihat
dan menghadap kepapan tulis saat menjelaskan kecuali sambil menunjukkan
sesuatu.
Hal-hal di atas bertujuan supaya bisa
mengendalikan situasi kelas dengan baik. Untuk itu, pandanglah siswa-siswa anda
secara merata tapi jangan berlebihan, gunanya pandangan mata, seorang guru
adalah untuk menarik perhatian dan minat belajar siswa.
5)
Perpindahan Posisi Guru
Perpindahan posisi guru dalam ruang kelas dapat
membantu dalam menarik perhatian anak didik, dapat pula meningkatkan
kepribadian guru dan hendaklah selalu diingat oleh guru, bahwa perpindahan
posisi itu jangan dilakukan secara berlebihan. Bila dilakukan berlebihan guru
akan kelihatan terburu-buru, lakukan saja secara wajar agar siswa bias
memperhatikan. Perpindahan posisi dapat dilakukan dari muka ke bagian belakang,
dari sisi kiri ke sisi kanan, atau diantara anak didik dari belakang kesamping
anak didik. Dapat juga dilakukan dengan posisi berdiri kemudian berubah menjadi
posisi duduk dan diam di tempat lalu berjalan-jalan mengelilingi siswa dan
sebagainya. Yang penting dalam perubahan posisi itu harus ada tujuannya, dan
tidak sekedar mondar-mandir dan seorang guru janganlah melakukan kegiatan
mengajar dengan satu posisi, misalnya saja saat menerangkan guru hanya berdiri
didepan kelas saja atau duduk dikursi saja, tanpa ada pergantian atau variasi
ini bisa menimbulkan kebosanan siswa.
b.
Variasi Media dan Bahan
ajaran
Tiap
anak didik mempunyai kemampuan indera yang tidak sama, baik pendengaran maupun
penglihatannya, demikian juga kemampuan berbicara. Ada yang lebih enak dan
senang membaca, ada yang lebih senang mendengarkan dulu baru membaca, dan
sebaliknya. Misalnya, guru dapat memulai dengan berbicara lebih dahulu,
kemudian menulis di papan tulis, di lanjutkan dengan melihat
contoh konkret. Ada tiga komponen dalam variasi penggunaan media,
yaitu media pandangan, media dengar, dan media taktil.
1) Variasi
media pandang
Penggunaan
media pandang dapat diartikan sebagai penggunaan alat dan bahan ajaran khusus
untuk komunikasi seprti buku, majalah, globe, peta, majalah dinding, film, film
strip, gambar grafik, model, demonstrasi, dan lain lain. Penggunaan yang lebih
luas dari alat-alat tersebut akan memiliki keuntungan :
a) Membantu
secara konkret konsep berpikir, dan mengurangi respon yang kurang bermanfaat.
b) Dapat
membuat hasil belajar yang riil yang akan mendorong kegiatan mandiri anak
didik.
c) Mengembangkan
cara berpikir berkesinambungan, seperti halnya dalam film.
d) Memberi
pengalaman yang tidak mudah dicapai oleh alat lain.
e) Memberi
frekuesi kerja lebih dalam dan variasi belajar.
2) Varasi
media dengar
Pada
umumnya dalam proses belajar mengajar dikelas suara guru adalah alat utama
dalam komunikasi, dan ini pernah di singgung. Variasi dalam penggunaan media
dengar memerlukan sekali saling bergantian atau kombinasi dengan media
pandangan. Yang dapat dipakai untuk itu di antaranya ialah pembicaraan anak
didik, rekaman bunyi dan suara rekaman musik, rekaman drama, wawancara, bahkan
rekaman suara ikan lumba-lumba, yang semuanya itu dapat memiliki relevansi
dengan pelajaran.
3) Variasi
media taktil
Komponen
terakhir dari keterampilan menggukan variasi media dan bahan ajaran adalah
penggunaan media yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk menyentuh
dan memanipulasi benda atau bahan ajaran. Dalam hal ini akan melibatkan anak
didik dalam kegiatan penyusunan dan pembuatan model yang hasilnya dapat
disebutkan sebagai “media taktil” ataupun kelompok kecil. Kegiatan tersebut
dapat dilakukan secara individu ataupun kelompok kecil. Contoh: dalam bidang
studi ipa dapat membuat model kincir angin.
c. Variasi
Interaksi
Pola
interaksi guru dengan murid dalam kegiatan belajar mengajar sangat
beraneka ragam coraknya, mulai dari gerakan yang didominasi oleh guru sampai
kegiatan yang dilakukan oleh murid itu sendiri. Yang mana ini semua dilakukan
untuk menghindari kebosanan dalam belajar. Adapun jenis pola interaksi
(gaya interaksi) dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Pola
guru, murid : komunikasi sebagai aksi satu arah.
2) Pola
guru, murid, guru : ada kebalikan (feedback) bagi guru, tidak ada
interaksi antara siswa.
3) Pola
guru, murid, murid: ada balikan bagi guru, siswa saling belajar satu sama lain.
4) Pola
guru murid, murid guru , murid, murid : interaksi optimal antara guru dengan
murid dan antara murid dengan murid (komunikasi sebagai transaksi, multi arah)
5) Pola
melingkar: setiap siswa mendapat giliran untuk mengemukakan sambutan atau
jawaban, tidak diperkenankan berbicara dua kali apabila setiap siswa belum
mendapat giliran.
Bila
dilihat dari sudut kegiatan anak didik, maka dapat berbentuk: mendengarkan
ceramah guru, mengajukan pendapat pada diskusi kelompok, membaca secara keras
atau pelan, melihat film, bekerja di laboratorium baik bahasa maupun alam,
bekerja atau belajar bebas, atau juga dapat menciptakan kegiatan sendiri.
B. Keberhasilan Belajar Mengajar
1. Pengertian Keberhasilan
Sebelum mengetahui pengertian keberhasilan
belajar mengajar maka terlebih dahulu mengetahui pengertian belajar, belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan ( Moh. Surya, 1992,
23). Morgan, seperti dikutip Tim Penulis Psikologi Pendidikan (1993: 60)
ringkasnya mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relative
menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman. Siswa mengalami suatu proses belajar. Dalam proses belajar tesebut,
siswa menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar.
Kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik yang dibelajarkan dengan
bahan belajar menjadi semakin rinci dan menguat. Adanya informasi tentang
sasaran belajar, adanya penguatan-penguatan, adanya evaluasi dan keberhasilan
belajar, menyebaban siswa semakin sadar, akan kemampuan dirinya (Dimyati dan
Mudjiono, 2002:22).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatu tindakan sadar yang dilakukan individu untuk
memperoleh perubahan dalam diri mereka atas stimulasi lingkungan dan proses
mental mereka sehingga bertambah pengetahuannya.
2. Pengertian Mengajar
Jerome S. Brunner dalam bukunya Toward a theory
of instruction mengemukakan bahwa mengajar adalah menyajikan ide, problem atau
pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap
siswa (Uzer Usman dan Lilis Setyawati, 1993: 5). Ngalim Purwanto dalam bukunya
Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (1998: 150) mengemukakan yang dimaksud
dengan mengajar ialah memberikan pengetahuan atau melatih kecakapan-kecakapan
atau keterampilan-ketrampilan kepada anak-anak. Jadi, mengajar bukan sekedar
proses penyampaian ilmu pengetahuan, melainkan mengandung makna yang lebih luas
dan kompleks, yaitu terjadinya komunikasi dan interaksi manusiawi dengan
berbagai aspeknya.
3. Pengertian Keberhasilan Belajar Mengajar
Keberhasilan Belajar Mengajar menurut Moh Uzer
Usman dan Lilis Setyawati dalam buku Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar (1993: 7-8) mengemukakan sebagai berikut. Untuk menyatakan bahwa suatu
proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, bahwa setiap guru memiliki
pandangan masing-masing sejalan dengan filosofinya. Namun untuk menyamakan
persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang
telah disempurnakan antara lain bahwa suatu proses belajar mengajar tentang
suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila TIK tersebut dapat tercapai.
Untuk mengetahui tercapai tidaknya TIK, guru perlu mengadakan tes formatif
setiap selesai menyajikan satu satuan bahasan kepada siswa. Indikator yang
dijadikan sebagai tolak ukur dalam menyatakan bahwa suatu proses belajar
mengajar dapat dikatakan berhasil.
4. Indikator Keberhasilan Belajar Mengajar
Keberhasilan belajar merupakan prestasi peserta didik
yang dicapai dalam proses belajar mengajar. Untuk mengatahui keberhasilan
belajar tersebut terdapat beberapa indikator yang dapat dijasikan petunjuk
bahwa proses belajar mengajar tersebut dianggap berhasil atau tidak.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006: 106)
mengemukakan bahwa indikator keberhasilan belajar, di antaranya yaitu: (1) daya
serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik
secara individual maupun kelompok, dan (2) perilaku yang digariskan dalam
tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh peserta didik,
baik secara individual maupun kelompok.
Lebih lanjut Zaenal Arifin (2009: 298) menyatakan
bahwa indikator keberhasilan belajar dapat dilihat dari berbagai jenis
perbuatan atau pembentukan tingkah laku peserta didik. Jenis tingkah laku itu
di antaranya adalah: (1) kebiasaan, yaitu cara bertindak yang dimiliki peserta
didik dan diperoleh melalui belajar, (2) keterampilan, yaitu perbuatan atau
tingkah laku yang tampak sebagai akibat kegiatan otot dan digerakkan serta
dikoordinasikan oleh sistem saraf, (3) akumulasi persepsi, yaitu berbagai
persepsi yang diperoleh peserta didik melalui belajar, seperti pengenalan
simbol, angka dan pengertian, (4) asosiasi dan hafalan, yaitu seperangkat
ingatan mengenai seseuatu sebagai hasil dari penguatan melalui asosiasi, baik
asosiasi yang disengaja atau wajar maupun asosiasi tiruan, (5) pemahaman dan
konsep, yaitu jenis hasil belajar yang diperoleh melalui kegiatan belajar
secara rasional, (6) sikap, yaitu pemahaman, perasaan, dan kecenderungan
berperilaku peserta didik terhadap sesuatu, (7) nilai, yaitu tolak ukur untuk
membedakan antara yang baik dengan yang kurang baik, serta (8) moral dan agama,
moral merupakan penerapan nilai-nilai dalam kaitannya dengan kehidupan sesama
manusia, sedangkan agama adalah penerapan nilai-nilai yang trasedental dan
ghaib (konsep tuhan dan keimanan).
Berdasarkan uraian di atas, maka indikator
keberhasilan belajar peserta didik dapat diketahui dari kemampuan daya serap
peserta didik terhadap bahan pengajaran yang telah diajarkan serta dari
perbuatan atau tingkah laku yang telah digariskan dalam tujuan pembelajaran
telah dicapai oleh peserta didik, baik secara indvidual maupun kelompok.
5. Penilaian Keberhasilan
Penilaian hasil belajar bertujuan melihat
kemajuan belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang
telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat
keberhasilan belajar tersebut dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar
berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan
kedalam jenis penilaian sebagai berikut:
a.
Tes Formatif
Penilaian
ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok
bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfatkan untuk memperbaiki proses belajar
mengajar bahan tertentu dalam bahan tertentu.
b.
Tes Subsumatif
Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran
dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya para
siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa. Hasil tes subsumatif
ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan
dalam menentukan nilai rapor.
c.
Tes Sumatif
Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap
siswa terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu
semester, satu atau dua tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan
tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa dalam suatu periode pembelajaran
tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas,
menyusun peringkat (ranking) atau sebagai ukuran mutu sekolah.
Dalam praktek penilaian di madrasah Aliyah,
ulangan yang lazim dilaksanakan itu dapat dianggap sebagai tes subsumatif,
sebab ruang lingkup dan tujuan ulangan tersebut sama dengan tes sub sumatif.
Namun demikian, hasil tes ataupun ulangan tersebut pada dasarnya bertujuan
memberikan gambaran tentang keberhasilan proses belajar mengajar. Keberhasilan
itu dilihat dari segi keberhasilan proses dan keberhasilan produk.
Sejalan dengan itu Zaenal Arifin (2009: 20) berpendapat
bahwa untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik dapat digunakan tes
hasil belajar, yang digolongkan menjadi dua, yaitu: (1) tes formatif, yaitu
penilaian yang yang digunakan untuk mengukur suatu atau beberapa pokok bahasan
tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap peserta
didik terhadap pokok bahasan tersebut, dan (2) tes sumatif, yaitu tes yang
diadakan untuk mengukur daya serap peserta didik terhadap bahan pokok-pokok
yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pelajaran yang
tujuannnya untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar peserta
didik dalam sautu periode belajar tertentu.
Pengukuran keberhasilan belajar dengan menggunakan tes
hasil belajar hanya dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan teoritis.
Sedangkan menurut Zaenal Arifin (2009: 152) untuk mengukur aspek keterampilan
digunakan tes perbuatan, serta perubahan sikap dan pertumbuhan peserta didik
dalam psikologi diukur dengan teknik non tes.
Lebih lanjut Zaenal Arifin (2009: 152) mengatakan
bahwa teknik non tes dapat diaplikasikasn dengan berbagain cara, diantaranya
adalah: (1) observasi (observation)
yaitu suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis,
objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu, (2)
wawancara (interview) merupakan salah
satu bentuk alat evaluasi jenis non tes yang dilakukan melalui percakapan dan
tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan peserta didik,
(3) skala sikap (attitude scale)
yaitu bentuk penilaian non tes yang dilakukan dnegan cara peserta didik memilih pernyataan-pernyaat
positif dan negatif, (4) dafar cek (check
list) adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan
diamati, (5) skala penilaian (rating
scale) adalah daftar cek penilaian non tes yang penilainya hanay dapat
mencatat ada tidaknya variabel tingkah laku tertentu, sedangkan dalam skala
penilaian fenomena-fenomena yang akan dinilai itu disusun dalam
tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan, (6) angket (quetioner) adalah alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau
infoermasi, pendapat, dan paham dalam hubungan kausal, (7) studi kasus (case study) adalah studi yang mendalam
dan komprehensif tentang peserta didik, kelas atau sekoalh yang memiliki kasus
tertentu, (8) catatan insidental (anecdotal
records) adalah catatan-catatan singkat tentang peristiwa-peristiwa
sepintas yang dialami peserta didik secara perseorangan, (9) sosiometri adalah
suatu prosedur untuk merangkum, menyusun, dan sampai batas tertentu dapat
mengkuantifikasi pendapat-pendapat peserta didik tentang penerimaan teman
sebayanya serta hubungan di antara mereka, dan (10) inventori kepribadian
adalah alat penilaian non tes yang hampir serupa dengan tes kepribadian,
bedanya pada inventori jawaban peserta didik tidak memakai kriteria benar
salah, melainkan jawaban peserta didik dikatakan benar selama dia menyatakan
yang sesungguhnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahawa keberhasilan belajar peserta didik dapat dinilai dengan tiga
cara, yakni (1) tes untuk mengukur aspek kognitif, (2) tes perbuatan untuk
untuk mengukur aspek keterampilan, dan (3) non tes untuk mengukur perubahan
sikap dan pertumbuhan peserta didik dalam psikologi.
6. Tingkat Keberhasilan
Setiap proses belajar mengajar selalu
menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai ditingkat mana
prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai. Sehubungan dengan hal inilah
keberhasilan proses mengajar itu dibagi atas beberapa tingkatan atau taraf.
Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Istimewa/maksimal: Apabila
seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai para siswa.
b.
Baik sekali/optimal: Apabila
sebagian besar (76% s.d.99%) bahan pembelajaran yang diajarkan dapat dikuasai
oleh siswa.
c.
Baik/minimal: Apabila bahan
pembelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d.75% saja dikuasai oleh siswa.
d.
Kurang: Apabila bahan
pembelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.
Dengan melihat data yang terdapat dalam format
daya serap siswa dalam pembelajaran dan persentase keberhasilan dalam mencapai
TIK tersebut, dapatlah diketahui keberhasilan proses belajar mengajar yang telah
dilakukan siswa dan guru.
7. Program Perbaikan
Taraf
atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar dapat dimanfaatkan untuk
berbagai upaya. Salah satunya adalah sehubungan dengan kelangsungan proses
belajar mengajar itu sendiri yang antara lain adalah: apakah proses belajar
mengajar berikut pokok bahasan baru, mengulang seluruh pokok bahasan baru saja
diajarkan atau mengulang sebagian pokok bahasan yang baru saja diajarkan, atau
bagaimana?
Jawaban terhadap
pertanyaan tesebut hendaknya didasarkan pada taraf atau tingkat keberhasilan
proses belajar mengajar yang baru saja dilaksanakan.
a. Apabila
75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar atau mencapai
taraf keberhasilan minimal, optimal, satau bahkan maksimal, maka proses belajar
mengajar berikutnya dapat membahas pokok bahasan yang baru.
b. Apabila
75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf
keberhasilan kurang (dibawah taraf minimal), maka proses belajar mengajar
berikutnya hendaknya bersifat perbaikan (remedial).
Pengukuran tentang taraf atau
tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar ini teryata berperan penting.
Karena itu, pengukurannya harus betul-betul syahih (valid), andal (reliabel),
dan lugas (objektif). Hal ini mungkin tercapai bila alat ukurnya disusun
berdasarkan kaidah, aturan, hukum, atau ketentuan penyusunan butir tes.
Pengajaran
perbaikan biasanya mengandung kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a.
Mengulang pokok bahasan
seluruhnya
b.
Mengulang bagian dari
pokok bahasan yang hendak dikuasai
c.
Memecahkan masalah atau
menyelesaikan soal-soal bersama-sama
d.
Memberikan tugas-tugas
khusus
8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Jika
ada guru yang mengatakan bahwa dia tidak ingin berhasil dalam mengajar, adalah
ungkapan seorang guru yang sudah putus asa dan jauh dari kepribadian seorang
guru. Mustahil setiap guru tidak ingin berhasil dalam mengajar. Apalagi jika
guru itu hadir dalam dunia pendidikan berdasarkan tuntutan hati nurani.
Panggilan jiwanya pasti akan merintih atas kegagalan mendidik dan membian anak
didiknya.
Betapa
tingginya nilai suatu keberhasilan, sampai-sampai seorang guru berusaha sekuat
tenaga dan pikiran mempersiapkan program pengajarannya dengan baik dan
sistematik. Namun terkadang keberhasilan yang dicita-citakan, tetapi malah
kegagalan yang ditemui, disebabkan oleh berbagai faktor penghambatnya.
Sebaliknya, jika keberhasilan itu menjadi kenyataan, maka berbagai faktor itu
juga sebagai pendukungya. Berbagai faktor tersebut antara lain adalah:
a. Tujuan
Tujuan
adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yanga akan dicapai dalam kegiatan
belajar mengajar. Kepastian dari proses belajar mengajar berpangkal dari jelas
tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan sama halnya
keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
Karena sebagai pedoman sekaligus
sebagai sasaran yang akan dicapai dalam setiap kali kegiatan belajar mengajar,
maka guru selalu diwajibkan merumuskan tujuan pembelajarannya. Guru hanya
merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK), karena Tujuan Pembelajaran Umum
(TPU) sudah tersedia di dalam GBPP. Inilah langkah pertama yang harus guru
lakukan dalam menyusun rencana pengajaran.
Tujuan Pembelajaran
Khusus ini harus dirumuskan secara operasional dengan memenuhi syarat-syarat
tertentu, yaitu:
1) Secara
spesifik menyatakan perilaku yang akan dicapai.
2) Membatasi
dalam keadaan mana perubahan perilaku diharapkan dapat terjadi (kondisi
perubahan perilaku).
3) Secara
spesifik menyatakan kriteria perubahan perilaku dalam arti menggambarkan
standar minimal perilaku yang dapat diterima sebagai hasil yang dicapai.
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
adalah wakil dari Tujuan Pembelajaran Umum (TPU). Agar TPK dapat mewakili TPU
perlu dipikirkan beberapa petunjuk (indikator) suatu TPU. lndikator suatu TPU
itu banyak, namun dalam hal ini hendaknya yang dipilih yang betul-betul
penting, sehingga dapat mewakili (representatif) TPU.
Contoh rumusan TPK berdasarkan
ciri-ciri dan indikator terpilih: "Dengan menggunakan peta siswa dapat
menunjukkan tiga daerah objek wisata di Kalimantan Selatan dengan tepat dan
benar."
Bila
TPK tersebut dianalisis, dapatlah diketahui unsur-unsur berikut:
1) Audience :Siswa
2) Behavior :Dapat menunjukkan tiga daerah objek
wisata di
Kalimantan
Selatan
3) Condition :Dengan menggunakan peta
4) Degree :Dengan tepat dan benar.
Perumusan TPK yang bermacam-macam
akan menghasilkan hasil belajar atau perubahan perilaku anak yang
bermacam-macam pula. Itu berarti keberhasilan proses belajar mengajar
bervariasi juga. Perilaku yang mana yang hendak dihasilkan, menghendaki
perumusan TPK yang sesuai dengan perilaku yang hendak dihasilkan. Bila perilaku
yang hendak dicapai guru adalah agar anak dapat membaca, maka perumusan TPK-nya
harus mendukung tercapainya keterampilan membaca yang diinginkan itu. Bila
perilaku yang hendak dicapai guru adalah agar anak dapat menu lis, maka
perumusan TPK-nya harus mendukung tercapainya keterampilan menulis yang
diinginkan. Baik keterampilan membaca maupun menulis adalah perilaku (behavior)
yang hendak dihasilkan dari kegiatan belajar mengajar. Bila kedua keterampilan
tersebut dikuasai oleh anak, maka guru dikatakan berhasil dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
tujuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasiIan belajar mengajar
dalam setiap kali pertemuan kelas. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa tujuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasiIan belajar
mengajar dalam setiap kali pertemuan kelas.
b. Guru
Guru
adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak
didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya.
Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat menjadikan anak didik menjadi orang
yang cerdas.
Setiap
guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan
sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian guru diakui sebagai aspek yang tidak
bisa dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar untuk
mengantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dan
berkepribadian. Dari kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru
perlihatkan ketika melaksanakan tugas mengajar di kelas.
Latar
belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi
kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Guru pemula dengan
latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai
pendukung pengabdiannya. Kalaupun ditemukan kesulitan hanya pada aspek-aspek
tertentu. Hal itu adalah suatu hal yang wajar. Jangankan bagi guru pemula, bagi
guru yang sudah berpengalaman pun tidak akan pernah dapat menghindarkan diri
dari berbagai masalah di sekolah. Hanya yang membedakannya adalah tingkat
kesulitan yang ditemukan. Tingkat kesulitan yang ditemukan guru semakin hari
semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalaman
sebagai guru.
Guru
yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan dan ditambah tidak
berpengalaman mengajar, akan banyak menemukan masalah di kelas. Terjun menjadi
guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan dan
keguruan. Seperti kebanyakan guru pemula jiwanya juga labil, emosinya mudah
terangsang dalam bentuk keluhan dan berbagai bentuk sikap lainnya, tetapi
dengan semangat dan penuh ide untuk suatu tugas.
Berbagai
permasalahan yang dikemukakan di depan adalah aspek-aspek yang ikut
mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Paling tidak, keberhasilan belajar
mengajar yang dihasilkan bervariasi. Kevariasian ini dilihat dari tingkat
keberhasilan anak didik menguasai bahan pelajaran yang diberikan oleh guru
dalam setiap kali pertemuan kelas. Variasi hasil produk ini patokannya adalah
tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh setiap anak didik.
c.
Anak Didik
Anak
didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah. Orang tuanyalah yang
memasukkannya untuk dididik agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan di
kemudian hari. Kepercayaan orang tua anak, diterima oleh guru dengan kesadaran
dan penuh keikhlasan. Maka jadilah guru sebagai pengemban tanggungjawab yang
diserahkan itu.
Tanggungjawab
guru tidak hanya terdapat seorang anak, tetapi dalam jumlah yang cukup banyak.
Anak yang dalam jumlah yang cukup banyak itu tentu saja dari latar belakang
kehidupan sosial keluarga dan masyarakat yang berlainan. Karenanya, anak-anak
berkumpul di sekolah pun mempunyai karakteristik yang bermacam-macam.
Kepribadian mereka ada yang pendiam, ada yang periang, ada yang suka bicara,
ada yang kreatif, ada yang keras kepala, ada yang manja, dan sebagainya.
Intelektual mereka juga dengan tingkat kecerdasan yang bervariasi. Biologis
mereka dengan struktur atau keadaan tubuh yang tidak selalu sama. Karena itu,
perbedaan anak pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis ini
mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.
Anak
yang dengan ciri-ciri mereka masing-masing itu berkumpul di dalam kelas, dan
yang mengumpulkannya tentu saja guru atau pengelola sekolah. Banyak sedikitnya
jumlah anak didik di kelas akan mempengaruhi pengelolaan kelas. jumlah anak
didik yang banyak di kelas, misalnya 30 sampai 45 orang, cenderung lebih sukar
dikelola, karena lebih mudah terjadi konflik di antara mereka. Hal ini akan
berpengaruh terhadap keberhasilan belajar mengajar. Apalagi bila anak-anak yang
dikumpulkan itu sudah terbiasa kurang disiplin.
Anak
yang menyenangi pelajaran tertentu dan kurang menyenangi pelajaran yang lain
adalah perilaku anak yang bermula dari sikap mereka karena minat yang
berlainan. Hal ini mempengaruhi kegiatan belajar anak. Biasanya pelajaran yang
disenangi, dipelajari oleh anak dengan senang hati. Sebaliknya, pelajaran yang
kurang disenangi jarang dipelajari oleh anak, sehingga tidak heran bila isi
dari pelajaran itu kurang dikuasai oleh anak. Akibatnya, hasil ulangan anak itu
jelek.
Sederetan
angka yang terdapat di buku rapor adalah bukti nyata dari keberhasilan belajar
mengajar. Angka-angka itu bervariasi dari angka lima sampai angka sembilan. Hal
itu sebagai bukti bahwa tingkat penguasaan anak terhadap bahan pelajaran
berlainan untuk setiap bidang studi. Daya serap anak bermacam-macam untuk dapat
menguasai setiap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Karena itu,
dikenallah tingkat keberhasilan yang maksimal (istimewa), optimal (baik
sekali), minimal (baik), dan kurang untuk setiap bahan yang dikuasai oleh anak
didik.
Dengan
demikian, dapat diyakini bahwa anak didik adalah unsur manusiawi yang
mempengaruhi kegiatan belajar mengajar berikut hasil dari kegiatan itu, yaitu
keberhasilan belajar mengajar.
d.
Kegiatan Pengajaran
Pola
umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan anak
didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang mengajar, anak didik yang
belajar. Maka guru adalah orang yang menciptakan Iingkungan belajar bagi
kepentingan belajar anak didik. Anak didik adalah orang yang digiring ke dalam
lingkungan belajar yang telah diciptakan oleh guru. Gaya mengajar guru berubah
mempengaruhi gaya belajar anak didik. Tetapi di sini gaya mengajar guru lebih
dominan mempengaruhi gaya belajar anak didik. Gaya-gaya mengajar, menurut
Muhammad Ali (1992; 59), dapat dibedakan ke dalam empat macam. yaitu gaya
mengajar klasik, gaya mengajar teknologis, gaya mengajar personalisasi, dan
gaya mengajar interaksional.
Strategi
penggunaan metode mengajar amat menentukan kualitas hasil belajar mengajar.
Hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode ceramah tidak sama
dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode tanya jawab atau
metode diskusi. Demikian juga halnya dengan hasil pengajaran yang dihasilkan
dari penggunaan metode problem solving berbeda dengan hasil pengajaran yang
dihasilkan dari penggunaan metode resitasi.
Jarang
ditemukan guru hanya menggunakan satu metode dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar. Hal ini disebabkan rumusan tujuan yang guru buat tidak hanya
satu, tetapi bisa lebih dari dua rumusan tujuan. ltu berarti menghendaki
penggunaan metode mengajar harus lebih dari satu metode. Metode mengajar yang
satu untuk mencapai tujuan yang satu, sementara metode mengajar yang lain untuk
mencapai tujuan yang lain. Bermacam-macam penggunaan metode mengajar akan
menghasilkan hasil belajar mengajar yang berlainan kualitasnya. Penggunaan
metode ceramah misalnya, adalah strategi pengajaran untuk mencapai tujuan pada
tingkat yang rendah. Berbeda dengan penggunaan metode problem solving. Penggunaan
metode ini tentu saja untuk mencapai tujuan pengajaran pada tingkat yang
tinggi. Jadi, penggunaan metode mengajar mempengaruhi tinggi rendahnya mutu
keberhasilan belajar mengajar.
e. Bahan dan Alat Evaluasi
Bahan
evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat di dalam kurikulum yang sudah
dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan. Biasanya bahan pelajaran
itu sudah dikemas dalam bentuk buku paket untuk dikonsumsi oleh anak didik.
Setiap anak didik dan guru wajib mempunyai buku paket tersebut guna kepentingan
kegiatan belajar mengajar di kelas.
Bila
tiba masa ulangan, semua bahan yang telah diprogramkan dan harus selesai dalam
jangka waktu tertentu dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan item-item soal
evaluasi. Gurulah yang membuatnya dengan perencanaan yang sistematis dan dengan
penggunaan alat evaluasi. Alat-alat evaluasi yang umumnya digunakan tidak hanya
benar-salah (true-false) dan pilihan ganda (multiple-choice), tapi juga
menjodohkan (matching), melengkapi (completion), dan essay.
Masing-masing
alat evaluasi itu mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Menyadari akan
hal itu, jarang ditemukan pembuatan item-item soal yang hanya menggunakan satu
alat evaluasi. Tetapi guru sudah menggabungnya lebih dari satu alat evaluasi.
Benar-salah (B-S) dan pilihan ganda adalah bagian dari tes objektif. Maksudnya,
objektif dalam hal pengoreksian, tapi belum tentu objektif dalam jawaban yang
dilakukan oleh anak didik. Karena sifat alat ini mengharuskan anak didik
memilih jawaban yang sudah disediakan dan tidak ada alternatif lain di luar
dari alternatif itu, maka bila anak didik tidak dapat menjawabnya, dia
cenderung melakukan tindakan spekulasi, pengambilan sikap untung-untungan
ketimbang tidak berisi. Bila benar untung, bila salah tidak menjawab soal.
Strategi lainnya lagi adalah anak didik melakukan kerja sama dengan
teman-temannya yang kebetulan duduk berdekatan. Kerja samanya teratur rapi dan
terkadang guru kurang dapat mengontrolnya. Sebab dalam melakukan kerja sama itu
mereka menggunakan sandi-sandi tertentu yang hanya kelompok mereka itulah yang
dapat mengetahuinya. Sandinya misalnya, dalam bentuk kode acungan jempol,
gerakan tubuh, atau isyarat melalui benda yang sudah disepakati sebelum ulangan
dilaksanakan, dan sebagainya.
Pembuatan
item soal dengan memakai alat tes objektif dapat menampung hampir semua bahan
pelajaran yang sudah dipelajari oleh anak didik dalam satu semester, tapi
kelemahannya terletak pada penguasaan anak didik terhadap bahan pelajaran
bersifat semu, suatu penguasaan bahan pelajaran yang masih samar-samar. Jika
alternatif itu tidak dicantumkan, kemungkinan besar anak didik kurang mampu
memberikan jawaban yang tepat.
Alat
tes dalam bentuk essay dapat mengurangi sikap dan tindakan spekulasi pada anak
didik. Sebab alat tes ini hanya dapat dijawab bila anak didik betul-betul
menguasai bahan pelajaran dengan baik. Bila tidak, kemungkinan besar anak didik
tidak dapat menjawabnya dengan baik dan benar. Kelemahan alat tes ini adalah
dari segi pembuatan item soal tidak semua bahan pelajaran dalam satu semester
dapat tertampung untuk disuguhkan kepada anak didik pada waktu ulangan. Essay
memang alat tes yang tidak objektif, karena dalam penilaiannya, kalaupun ada
standar penilaian, masih terpengaruh dengan selera guru. Apalagi bila tulisan
anak didik tidak mudah terbaca, kejengkelan hati segera muncul dan pemberian
nilai tanpa pemeriksaan pun dilakukan.
Maraknya
tindakan spekulatif pada anak didik barangkali salah satu faktor penyebabnya
adalah teknik penilaian yang berlainan dengan rumus penilaian menurut
kesepakatan para ahli. Untuk tes objektif mempunyai rumus penilaian
masing-masing. Jadi, ke sanalah rujukan standar penilaian itu, bukan membuat
rumus penilaian yang cenderung mendatangkan sikap dan tindakan spekulatif pada
anak didik. Bahkan pembuatan soal pun harus bergerak dari yang mudah, sedang,
hingga ke yang sukar, dengan proporsi tertentu. Membuat rumus penilaian sendiri
tidak dilarang. Sekali lagi, tidak dilarang. Selama pembuatannya menutup
jalur-jalur spekulatif pada anak didik.
Berbagai
permasalahan yang telah dikemukakan tersebut mempengaruhi keberhasilan belajar
mengajar. Validitas dan reliabilitas data dari hasil evaluasi itulah yang
mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Bila alat tes itu tidak valid dan
tidak reliable, maka tidak dapat dipercaya untuk mengetahui tingkat
keberhasilan belajar mengajar.
f. Suasana Evaluasi
Selain
faktor tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, serta bahan dan alat
evaluasi, faktor suasana evaluasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi
keberhasilan belajar mengajar. Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di
dalam kelas. Semua anak didik dibagi menurut kelas masing-masing. Besar
kecilnya jumlah anak didik yang dikumpulkan di dalam kelas akan mempengaruhi
suasana kelas. Sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi yang dilaksanakan.
Sistem silang adalah teknik lain dari kegiatan mengelompokkan anak didik dalam
rangka evaluasi. Sistem ini dimaksudkan untuk mendapatkan data hasil evaluasi
yang benar-benar objektif.
Karena
sikap mental anak didik belum semuanya siap untuk berlaku jujur, maka
dihadirkanlah satu atau dua orang pengawas atau guru yang ditugaskan untuk
mengawasinya. Selama pelaksanaan evaluasi, selama itu juga seorang pengawas
mengamati semua sikap, gerak-gerik yang dilakukan oleh anak didik. Pengawasan
yang dilakukan itu tidak hanya duduk berlama-lama di kursi, tapi dapat berjalan
dari muka ke belakang sewaktu-waktu, sesuai keadaan.
Sikap
yang merugikan pelaksanaan evaluasi dari seorang pengawas adalah membiarkan
anak didik melakukan hubungan kerja sama di antara anak didik. Pengawas
seolah-olah tidak mau tau apa yang dilakukan oleh anak didik selama ulangan.
Tidak peduli apakah anak didik nyontek, membuka kertas kecil yang berisi
catatan yang baru diambil dari balik pakaian, atau membiarkan anak didik
bertanya jawab dalam upaya mendapatkan jawaban yang benar. Lebih merugikan lagi
adalah sikap pengawas yang dengan sengaja menyuruh anak didik membuka buku atau
catatan untuk mengatasi ketidakberdayaan anak didik dalam menjawab item-item
soal, Dengan dalih, karena koreksinya sistem silang, malu kebodohan anak didik
diketahui oleh sekolah lain.
Suasana
evaluasi yang demikian tentu saja, disadari atau tidak, merugikan anak didik
untuk bersikap jujur dengan sungguh-sungguh belajar di rumah dalam mempersiapkan
diri menghadapi ulangan. Anak didik merasa diperlakukan secara tidak adil,
mereka tentu kecewa, mereka sedih, mereka berontak dalam hati, mengapa harus
terjadi suasana evaluasi yang kurang sedap dipandang mata itu. Di manakah
penghargaan pengawas atas jerih payahnya belajar selama ini. Mungkin masih
banyak lagi pertanyaan yang berkecamuk di dalam diri anak didik.
Dampak
di kemudian hari dari sikap pengawas yang demikian itu, adalah mengakibatkan
anak didik kemungkinan besar malas belajar dan kurang memperhatikan penjelasan
guru ketika belajar mengajar berlangsung, Hal inilah yang seharusnya tidak
boleh terjadi pada diri anak didik. Inilah dampak yang merugikan terhadap
keberhasilan belajar mengajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Bahari, Syaiful
Djamarah dan Zain, Aswan. 2006. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Uzer, Moh Usman
dan Setiawati, Lilis. 1993. Upaya
Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset
Sari, sekar.
2012. Variasi Mengajar. (http://sekarsarisekar.blogspot.com/2012/11/variasi-mengajar_29.html, diakses 3 Oktober 2014)
Syarmila. 2013. Pengembangan
Variasi Mengajar. (http://ummuaim.blogspot.com/2013/12/pengembangan-variasi mengajar.html, diakses 3 oktober 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar