Penilaian
hasil belajar merupakan salah satu kegiatan dalam dunia pendidikan yang
penting. Pada satu sisi, dengan penilaian hasil belajar yang dilakukan dengan
baik dapat diketahui tingkat kemajuan belajar siswa, kekurangan, kelebihan, dan
posiisi siswa dalam kelompok. Pada sisi
yang lain, penilaian hasil belajar yang baik akan merupakan feed back
bagi guru/dosen untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan proses belajar
mengajar.
Idiealnya,
penilaian pada bidang apapun dilakukan dengan menggunakan prosedur dan
instrumen yang standar. Prosedur yang standar adalah suatu prosedur penilaian
yang dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah tertentu dan perlakukan yang
adil pada siswa dengan mempertimbangankan situasi waktu, tempat, dan berbagai
keragaman pada siswa. Sedangkan instrumen yang standar adalah instrumen yang
disusun menggunakan prosedur pengembangan instrumen yang baku dan dapat dipertanggungjawabkan
tingkat validitas dan reliabilitasnya.
Ada
dua pendekatan penilaian dalam seni yang sering dipergunakan dalam dunia
pendidikan, yaitu pendekatan objektif dan pendekatan subjektif (intuitif).
Penerapan penilaian dengan pendekatan objektif maupun intuitif secara ekstem
masing-masing mempunyai kelemahan. Pendekatan objektif mempersyaratkan sifat
satu dimensi dari objek pengukuran, padahal penilaian dalam seni khususnya pada
bidang seni tari pada umumnya objeknya adalah perilaku yang sangat kompleks
(multidimensi), dan penampilan yang diamati relatif panjang durasi waktunya,
sehingga apabila dilakukan penilaian terhadapnya akan membutuhkan instrumen
yang sangat panjang. Jenis-jenis seni pertunjukan kehadirannya untuk dinilai
hanya sesaat dan tidak dapat diulang kembali. Sekalipun bisa diulang misalnya
dengan rekaman audio visual, situasinya sudah berubah dari situasi yang
sesungguhnya. Di samping itu menikmati seni sesungguhnya adalah penikmatan
emosional. Oleh karena itu terlalu banyak atau secara ekstrim menikmati seni
dengan dengan kacamata nalar atau rasio menjadi kurang relevan. Sehingga kesan
subjektif penilai/penikmat seni juga turut menentukan.
Pada
sisi yang lain, Pendekatan subjektif cenderung bersifat intuitif, subjektifitas
penilai sangat tinggi. Selera seni , aliran seni yang diikuti oleh penilaian,
dan latar belakang kesenian penilai sangat mempengaruhi hasil penilaian.
Akibatnya objektifitas penilaian sulit dipertanggung-jawabkan, lebih-lebih bila
beberapa jenis karya tari yang dinilai tersebut sangat beraneka ragam bentuk,
aliran, dan latar belakang budayanya.
Penilaian
hasil belajar seni tari di perguruan tinggi atau di sekolah selama ini lebih
banyak menggunakan pendekatan intuitif. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
efesiensi. Sesungguhnya pendekatan ini dalam praktiknya kadang-kadang sudah
disertai dengan kompromi-kompromi tertentu oleh para penilai sebelum melakukan
penilaian bersama. Hal-hal yang disepakati biasanya adalah aspek yang dinilai,
prioritas (bobot) yang diutamakan, dan rentang nilai. Hal ini sesungguhnya
sudah memasuki wilayah pendekatan objektif. Akan tetapi hal-hal yang disepakati
tersebut biasanya tidak didokumentasikan, tidak diwujudkan dalam suatu
instrument yang formal.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut;
1.
Apa
yang di maksud dengan penilaian?
2.
Apa
saja ruang lingkup penilaian?
3.
Apa
tujuan penilaian?
4.
Apa
saja pendekatan dalam penilaian?
5.
Bagaimana
teknik dalam penilaian?
6.
Apa
saja prinsip dalam penilaian?
7.
Bagaimana
penilaian dalam KTSP?
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan makala ini
adalah:
1.
Menjelaskan
pengertian penilaian
2.
Menjelaskan
ruang lingkup penilaian
3.
Menjelaskan
tujuan penilaian
4.
Menjelaskan
pendekatan dalam penilaian
5.
Menjelaskan
teknik penilaian
6.
Menjelaskan
prinsip dalam penilaian
7.
Menjelaskan
penilaian dalam KTSP
8.
Menjelaskan
penilaian dalam Kurikulum 2013
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Penilaian
Penilaian
didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi tentang kinerja siswa, untuk
digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan (Weeden, Winter, dan Broadfoot:
2002; Bott: 1996; Nitko: 1996; Mardapi: 2004).
Penilaian
merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Upaya
meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas
pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya.
Penilaian (assessment)
adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk
memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau
ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab
pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta
didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam
kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan
proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Menurut
Mardapi, (2004), penilaian dan pembelajaran adalah dua kegiatan yang saling
mendukung, upaya peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilakukan melalui
upaya perbaikan sistem penilaian.
Secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas,
penilaian dilakukan untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik,
mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar
mengajar, dan penentuan kenaikan kelas. Sistem pembelajaran yang baik akan
menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat
dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan
mendorong pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang baik dalam
memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik. Oleh karena itu, dalam
upaya peningkatan kualitas pendidikan diperlukan perbaikan sistem penilaian
yang diterapkan.
Pada saat
membicarakan masalah penilaian, kita sering menggunakan beberapa istilah
seperti tes, pengukuran, asesmen, dan evaluasi yang digunakan secara tumpang
tindih (over lap). Untuk itu berikut
ini akan disajikan beberapa pengertian dari istilah-istilah tersebut.
1.
Tes
Tes adalah
cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta didik pada waktu
dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu
yang jelas.
Tes dapat didefinisikan sebagai seperangkat pertanyaan
atau tugas yang direncanakan unutk memperoleh informasi tentang trait atau
sifat atau atribut pendidikan dimana dalam setiap butir pertanyaan tersebut
mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Dengan demikian maka
setiap tes menuntu siswa memberi respons atau jawaban. Respons yang diberikan
siswa dapat benar atau salah. Jika respons yang diberikan siswa benar, maka
kita katakana siswa tersebut telah mencapai tujuan embelajaran yang kita ukur
melalui butir soal tersebut tetapi jika respons
yang diberikan salah, berarti mereka belum dapat mencaai tujuan
pembelajaran yang kita ukur. Apabla ada seperangkat tugas atau pertanyaan yang
diberikan kepada siswa tetapi tidak ada jawaban yang benar atau salah maka itu
buka tes, (Zainul dan Nasoetion,
1997).
2.
Pengukuran
Pengukuran pada dasarnya merupakan kegiatan penentuan
angka dari suatu objek yang diukur.
Gronlund dan linn (1990) secara sederhana merumuskan pengukuran sebagai
“measurement is limited quantitative
descriptions of pupil behavior, that is result of measurement are always expressed
in number”. (pengukuran adalah uraian kuantitatif yang terbatas dari
perilaku murid, yang hasil dari pengukuran selalu berbentuk jumlah). Penetapan
angka ini merupakan suatu upaya untuk menggambarkan karakteristik suatu objek.
Untuk dapat menghasilkan angka (yang merupakan hasil pengukuran) maka
diperlukan alat ukur.
Dalam melakukan pengukuran kita harus berupaya agar
kesalahan pengukurannya sekecil mungkin. Untuk itu diperlukan alat ukur yang
dapat menghasilkan hasil pengukuran yang valid dan reliable. Jika dalam
melakukan engukuran kita tidan banyak melakukan kesalahan, maka hasil
pengukuran tidak dapat menggambarkan skor yang sebenarnya dari objek yang kita
ukur.
Kesalahan pengukuran dapat bersumber dari tiga hal yaitu
dari alat ukur yag digunakan, objek yang diukur, atau orang yang melakukan
pengukuran. Kesalahan pengukuran tersebut dapat bersifat acak (random) atau dapat juga
bersifat sistematis. Kesalahan acak dapat disebabkan karena adanya perbedaan
kondisi fisik dan mental yang diukur dan yang mengukur, sedangkan kesalahan
sistematis bersumber dari kesalahan alat ukur, yang diukur atau yang mengukur.
Contoh: guru dapat melakukan kesalahan sistematis jika dalam memberi skor, guru
tersebut cenderung memberi skor yang murah atau cenderung memberi skor yang
mahal pada seluruh siswa. Tetapi jika dalam memberi skor kepada siswa, guru
tidak melukannya secara konsisten maka akan terjadi bisa dalam pengukuran.
3.
Assessment
Kenyataan menunjukan bahwa banyak guru yang belum
mengetahui dengan benar konsep assessment dan evaluasi. Satu istilah yang sering
digunakan
untuk mewadahi
kegiatan assessment dan
evaluasi adalah penilaian. Penggunaan istilah penilaian untuk mewadahi kedua
kegiatan tersebut sebenarnya tidak terlalu salah karena dalam konsep assessment tersebut
sebenarnya tidak terlalu salah karena dalam konsep assessment dan evaluasi
mengandung unsur pengambilan kesimpulan.
Menurut Hanna (1993) “assessment is the process of collecting,
interpreting, and synthesizing information to aid in decision making.
Assessment synonymous with measurement plus observation. It concerns drawing
inferences from these data sources. The primary purpose of assessment is to
increase student”s learning and development rather than simply to grade or rank
student performance” (Morgan & O’reilly, 1999).
Jadi assessment merupakan
kegiatan pengumpulan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari berbagai
jenis tagihan dan mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil belajar dan
perkembangan belajar siswa. Berbagai
jenis tagihan yang digunakan dalam assessment antara lain : kuis, ulangan harian, tugas
individu, tugas kelompok, ulangan akhir semester, laporan kerja, dsb.
4.
Evaluasi
Jika kita bicara assessment dan evaluasi dalam pembelajaran maka
lingkup assessment hanya pada
individu siswa dalam kelas, sedangkan lingkup evaluasi adalah seluruh komponen
dalam program pembelajaran tersebut. Evaluasi merupakan penilaian keseluruhan
program pendidikan mulai perencanaan suatu program substansi pendidikan
termasuk kurikulum dan penilaian (assessment) serta
pelaksanaannya, pengadaan dan peningkatan kemampuan guru, manajemen pendidikan
dan reformasi pendidikan secara keseluruhan. Evalusi bertujuan meningkatkan
kualitas, kinerja atauproduktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan
programnya. Agar dapat meningkatkan kualitas, kinerja dan produktivitas maka
kegiatan evaluasi selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan assessment.
Tyler seperti dikutip oleh Mardapi, D. (2004) menyatakan bahwa evaluasi merupakan
peroses penetuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Banyak definisi
evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli tetapi pada hakekatnya evaluasi
selalu memuat masalah informasi dan kebijakan yaitu informasi tentang
pelaksanaan dan keberhasilan suatu program yang selanjutnya digunakan untuk
menentukan kebijakan
selanjutnya, kalau seorang guru mengevaluasi program pembelajaran yang telah ia
lakuakan, maka ia harus mengevaluasi pelaksanan dan keberhasilan dari program
pembelajaran dapat mendorong guru untuk mengejar lebih baik mendorong siswa
untuk belajar lebih baik.
B.
Ruang lingkup
Hasil
belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu:
1.
Domain
kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan
logika–matematika).
2.
Domain
afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan
kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional).
3.
Domain
psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan
visual-spasial, dan kecerdasan musikal).
Sejauh
mana masing-masing domain tersebut memberi sumbangan terhadap sukses seseorang
dalam pekerjaan dan kehidupan? Data hasil penelitian multi kecerdasan
menunjukkan bahwa kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika-matematika yang
termasuk dalam domain kognitif memiliki kontribusi hanya sebesar 5%. Kecerdasan
antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi yang termasuk domain afektif
memberikan kontribusi yang sangat besar yaitu 80%. Sedangkan kecerdasan kinestetik,
kecerdasan visual-spatial dan kecerdasan musikal yang termasuk dalam domain
psikomotor memberikan sumbangannya sebesar 5%.
Namun,
dalam praxis pendidikan di Indonesia yang tercermin dalam proses
belajar-mengajar dan penilaian, yang amat dominan ditekankan justru domain
kognitif. Domain ini terutama direfleksikan dalam 4 kelompok mata pelajaran,
yaitu bahasa, matematika, sains, dan ilmu-ilmu sosial. Domain psikomotor yang
terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran pendidikan jasmani, keterampilan,
dan kesenian cenderung disepelekan. Demikian pula, hal ini terjadi pada domain
afektif yang terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran agama dan
kewarganegaraan.
Agar
penekanan dalam pengembangan ketiga domain ini disesuaikan dengan proporsi sumbangan
masing-masing domain terhadap sukses dalam pekerjaan dan kehidupan, para guru
perlu memahami pengertian dan tingkatan tiap domain serta bagaimana
menerapkannya dalam proses belajar-mengajar dan penilaian.
Perubahan
paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik tidak hanya
menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga termasuk
perubahan dalam melaksanakan penilaian pembelajaran siswa. Dalam paradigma
lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung
hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian
rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan
psikomotorik kerapkali diabaikan.
Dalam
pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya
ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup
seluruh aspek kepribadian siswa, seperti: perkembangan moral, perkembangan
emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya.
Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian produk, tetapi
juga mempertimbangkan segi proses.
Kesemuanya
itu menuntut adanya perubahan dalam pendekatan dan teknik penilaian
pembelajaran siswa. Untuk itulah, Depdiknas (2006) meluncurkan rambu-rambu
penilaian pembelajaran siswa, dengan apa yang disebut Penilaian Kelas.
C.
Tujuan Penilaian
Penilaian memiliki tujuan yang
sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk grading, seleksi,
mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.
1. Sebagai grading, penilaian ditujukan
untuk menentukan atau membedakan kedudukan hasil kerja peserta didik
dibandingkan dengan peserta didik lain. Penilaian ini akan menunjukkan
kedudukan peserta didik dalam urutan dibandingkan dengan anak yang lain. Karena
itu, fungsi penilaian untuk grading ini cenderung membandingkan anak dengan
anak yang lain sehingga lebih mengacu kepada penilaian acuan norma (norm-referenced assessment).
2. Sebagai alat seleksi, penilaian
ditujukan untuk memisahkan antara peserta didik yang masuk dalam kategori
tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang boleh masuk sekolah tertentu atau
yang tidak boleh. Dalam hal ini, fungsi penilaian untuk menentukan seseorang
dapat masuk atau tidak di sekolah tertentu.
3. Untuk menggambarkan sejauh mana
seorang peserta didik telah menguasai kompetensi.
4. Sebagai bimbingan, penilaian
bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu
peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya,
baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.
5. Sebagai alat diagnosis, penilaian
bertujuan menunjukkan kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan
kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan. Ini akan membantu guru menentukan
apakah seseorang perlu remidiasi atau pengayaan.
6. Sebagai alat prediksi, penilaian
bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat memprediksi bagaimana kinerja
peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang
sesuai. Contoh dari penilaian ini adalah tes bakat skolastik atau tes potensi
akademik.
Dari keenam tujuan penilaian
tersebut, tujuan untuk melihat tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, dan
diagnostik merupakan peranan utama dalam penilaian.
Sesuai dengan tujuan tersebut,
penilaian menuntut guru agar secara langsung atau tak langsung mampu
melaksanakan penilaian dalam keseluruhan proses pembelajaran. Untuk menilai
sejauhmana siswa telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis
penilaian perlu diberikan sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, seperti
unjuk kerja/kinerja (performance), penugasan (proyek), hasil karya (produk),
kumpulan hasil kerja siswa (portofolio), dan penilaian tertulis (paper and
pencil test). Jadi, tujuan penilaian adalah memberikan masukan informasi secara
komprehensif tentang hasil belajar peserta didik, baik dilihat ketika saat
kegiatan pembelajaran berlangsung maupun dilihat dari hasil akhirnya, dengan
menggunakan berbagai cara penilaian sesuai dengan kompetensi yang diharapkan
dapat dicapai peserta didik.
D.
Pendekatan Penilaian
Ada dua
pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian hasil belajar, yaitu
penilaian yang mengacu kepada norma (Penilaian Acuan Norma atau norm-referenced assessment) dan
penilaian yang mengacu kepada kriteria (Penilaian Acuan Kriteria atau criterion referenced assessment).
Perbedaan kedua pendekatan tersebut terletak pada acuan yang dipakai. Pada
penilaian yang mengacu kepada norma, interpretasi hasil penilaian peserta didik
dikaitkan dengan hasil penilaian seluruh peserta didik yang dinilai dengan alat
penilaian yang sama. Jadi hasil seluruh peserta didik digunakan sebagai acuan.
Sedangkan, penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan, interpretasi
hasil penilaian bergantung pada apakah atau sejauh mana seorang peserta didik
mencapai atau menguasai kriteria atau patokan yang telah ditentukan. Kriteria
atau patokan itu dirumuskan dalam kompetensi atau hasil belajar dalam kurikulum
berbasis kompetensi.
Dalam pelaksanaan
kurikulum berbasis kompetensi, pendekatan penilaian yang digunakan adalah
penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan. Dalam hal ini prestasi
peserta didik ditentukan oleh kriteria yang telah ditetapkan untuk penguasaan
suatu kompetensi. Meskipun demikian, kadang kadang dapat digunakan penilaian
acuan norma, untuk maksud khusus tertentu sesuai dengan kegunaannya, seperti
untuk memilih peserta didik masuk rombongan belajar yang mana, untuk
mengelompokkan peserta didik dalam kegiatan belajar, dan untuk menyeleksi
peserta didik yang mewakili sekolah dalam lomba antar-sekolah.
E.
Teknik Penilaian
Berbagai
macam teknik penilaian dapat dilakukan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang
dinilai. Teknik penilaian yang dimaksud antara lain melalui tes, observasi,
penugasan, inventori, jurnal, penilaian diri, dan penilaian antarteman yang
sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta
didik.
1. Tes adalah pemberian sejumlah
pertanyaan yang jawabannya dapat benar atau salah. Tes dapat berupa
tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja. Tes tertulis
adalah tes yang menuntut peserta tes memberi jawaban secara tertulis
berupa pilihan dan/atau isian. Tes yang jawabannya berupa pilihan meliputi
pilihan ganda, benarsalah, dan menjodohkan. Sedangkan tes yang jawabannya
berupa isian dapat berbentuk isian singkat dan/atau uraian. Tes lisan
adalah tes yang dilaksanakan melalui komunikasi langsung (tatap
muka) antara peserta didik dengan pendidik. Pertanyaan dan jawaban
diberikan secara lisan. Tes praktik (kinerja) adalah tes yang meminta
peserta didik melakukan perbuatan/ mendemonstasikan/menampilkan keterampilan.
Dalam rancangan penilaian, tes dilakukan secara berkesinambungan melalui
berbagai macam ulangan dan ujian. Ulangan meliputi ulangan harian, ulangan
tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
Sedangkan ujian terdiri atas ujian nasional dan ujian sekolah.
2. Observasi adalah penilaian yang
dilakukan melalui pengamatan terhadap peserta didik selama pembelajaran berlangsung
dan/atau di luar kegiatan pembelajaran. Observasi dilakukan
untuk mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan kompetensi
yang dinilai, dan dapat dilakukan baik secara formal maupun informal.
Penilaian observasi dilakukan antara lain sebagai penilaian akhir kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta
kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
3. Penugasan adalah pemberian tugas
kepada peserta didik baik secara perorangan maupun kelompok. Penilaian
penugasan diberikan untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur, dan dapat berupa praktik di laboratorium, tugas
rumah, portofolio, projek, dan/atau produk.
4. Portofolio adalah kumpulan dokumen
dan karyakarya peserta didik dalam bidang tertentu yang diorganisasikan
untuk mengetahui minat, perkembangan prestasi, dan
kreativitas peserta didik (Popham, 1999). Bentuk ini cocok untuk mengetahui
perkembangan unjuk kerja peserta didik dengan menilai bersama karyakarya
atau tugastugas yang dikerjakannya. Peserta didik dan pendidik perlu
melakukan diskusi untuk menentukan skor. Pada penilaian portofolio, peserta
didik dapat menentukan karyakarya yang akan dinilai, melakukan penilaian
sendiri kemudian hasilnya dibahas. Perkembangan kemampuan peserta didik dapat
dilihat pada hasil penilaian portofolio. Teknik ini dapat dilakukan dengan baik
apabila jumlah peserta didik yang dinilai sedikit.
5. Proyek adalah tugas yang diberikan
kepada peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Peserta didik dapat
melakukan penelitian melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan analisis data,
serta pelaporan hasil kerjanya. Penilaian proyek dilaksanakan terhadap
persiapan, pelaksanaan, dan hasil.
6. Produk (hasil karya) adalah
penilaian yang meminta peserta didik menghasilkan suatu hasil karya.
Penilaian produk dilakukan terhadap persiapan,
pelaksanaan/proses pembuatan, dan hasil.
7. Inventori merupakan teknik penilaian
melalui skala psikologis yang dipakai untuk mengungkapkan sikap, minat,
dan persepsi peserta didik terhadap objek psikologis.
8. Jurnal merupakan catatan
pendidik selama proses pembelajaran yang berisi informasi hasil pengamatan
terhadap kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkait dengan kinerja
ataupun sikap dan perilaku peserta didik yang dipaparkan secara deskriptif.
9. Penilaian diri merupakan
teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk menilai
dirinya sendiri mengenai berbagai hal. Dalam penilaian diri, setiap peserta
didik harus mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya secara
jujur.
10. Penilaian antarteman merupakan
teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik mengemukakan kelebihan
dan kekurangan temannya dalam berbagai hal secara jujur.
11. Kombinasi penggunaan berbagai
teknik penilaian di atas akan memberikan informasi yang lebih akurat
tentang kemajuan belajar peserta didik.
F. Prinsip
Penilaian
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam penilaian hasil belajar peserta didik antara lain:
1. Penilaian ditujukan untuk
mengukur pencapaian kompetensi.
2. Penilaian menggunakan acuan kriteria
yakni berdasarkan pencapaian kompetensi peserta didik setelah mengikuti proses
pembelajaran.
3. Penilaian dilakukan secara
menyeluruh dan berkelanjutan.
4. Hasil penilaian ditindak lanjuti
dengan program remedial bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di
bawah kriteria ketuntasan dan program pengayaan bagi peserta didik yang
telah memenuhi kriteria ketuntasan.
5. Penilaian harus sesuai dengan
kegiatan pembelajaran.
Agar dalam melakukan penilaian atau evaluasi benar-benar dapat
memberi gambaran yang sebenarnya tentang
pencapaian hasil belajar siswa, maka dalam melakukan penilaian guru perlu
memperhatikan prinsi-prinsip penilaian sebagai berikut:
1. Sahih (valid), yakni penilaian
didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur;
2. Objektif, yakni penilaian didasarkan
pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi
subjektivitas penilai;
3. Adil, yakni penilaian tidak menguntungkan
atau merugikan peserta didik, dan tidak membedakan latar belakang
sosialekonomi, budaya, agama, bahasa, suku bangsa, dan jender;
4. Terpadu, yakni penilaian merupakan
komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran;
5. Terbuka, yakni prosedur penilaian,
kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh
pihak yang berkepentingan;
6. Menyeluruh dan berkesinambungan,
yakni penilaian mencakup semua aspek kompetensi (kognitif,
afektif, dan psikomotor)
dengan menggunakan berbagai teknik yang sesuai. Penilaian yang dilakukan
harus terencana, bertahap, teratur, terus menerus dan berkesinambungan untuk
memperoleh informasi hasil belajar dan perkembangan belajar siswa.
7. Sistematis, yakni penilaian
dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkahlangkah yang
baku;
8. Menggunakan acuan kriteria, yakni penilaian
didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan;
9. Akuntabel, yakni penilaian dapat
dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
G.
Penilaian dalam KTSP
Penilaian
dalam KTSP adalah penilaian berbasis kompetensi, yaitu bagian dari kegiatan
pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta
didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Penilaian
dilakukan selama proses pembelajaran dan/atau pada akhir pembelajaran. Fokus
penilaian pendidikan adalah keberhasilan belajar peserta didik dalam mencapai
standar kompetensi yang ditentukan. Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi
yang harus dicapai berupa Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang
selanjutnya dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk tingkat satuan
pendidikan, kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah Standar
Kompetensi Lulusan (SKL).
Kualitas
pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola
proses pembelajaran. Penilaian merupakan bagian yang penting dalam
pembelajaran. Dengan melakukan penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan
pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan
metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih
kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat
mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan
selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta
didik untuk berprestasi lebih baik.
Penilaian
dalam KTSP menggunakan acuan kriteria. Maksudnya, hasil yang dicapai peserta
didik dibandingkan dengan kriteria atau standar yang ditetapkan. Apabila
peserta didik telah mencapai standar kompetensi yang ditetapkan, ia dinyatakan
lulus pada mata pelajaran tertentu. Apabila peserta didik belum mencapai
standar, ia harus mengikuti program remedial/perbaikan sehingga mencapai
kompetensi minimal yang ditetapkan.
Penilaian
yang dilakukan harus memiliki asas keadilan yang tinggi. Maksudnya, peserta
didik diperlakukan sama sehingga tidak merugikan salah satu atau sekelompok
peserta didik yang dinilai. Selain itu, penilaian tidak membedakan latar
belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa, jender, dan agama. Penilaian juga
merupakan bagian dari proses pendidikan yang dapat memacu dan memotivasi
peserta didik untuk lebih berprestasi meraih tingkat yang setinggi-tingginya
sesuai dengan kemampuannya.
Ditinjau
dari sudut profesionalisme tugas kependidikan, kegiatan penilaian merupakan salah
satu ciri yang melekat pada pendidik profesional. Seorang pendidik profesional
selalu menginginkan umpan balik atas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal
tersebut dilakukan karena salah satu indikator keberhasilan pembelajaran
ditentukan oleh tingkat keberhasilan yang dicapai peserta didik. Dengan
demikian, hasil penilaian dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan proses
pembelajaran dan umpan balik bagi pendidik untuk meningkatkan kualitas proses
pembelajaran yang dilakukan.
H.
Penilaian Dalam Kurikulum 2013
Berubahnya kurikulum KTSP ke kurikulum 2013 ini merupakan
salah satu upaya memerbaharui setelah dilakukannya penelitian untuk pengembangan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan generasi muda. Kurikulum 2013 memadukan tiga
konsep yang menyeimbangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Melalui konsep
itu keseimbangan antara hardskill dan
softskill dimulai dari standar kompetensi
lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian dapat diwujudkan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern
dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran
sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk
jejaring untuk sema mata pelajaran. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah,
yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa memiliki kompetensi
sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih
kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses
dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan
yang lebih baik. Upaya pendekatan scientific/ilmiah
dalam proses pembelajaran ini kemudian melahirkan sistem evaluasi yang autentik.
Standar
penilaian pendidikan kurikulum 2013 mengacu pada Permendikbud no.66 tahun 2013
tentang standar penilaian pendidikan, yaitu kriteria mengenai mekanisme, dan
instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan adalah
proses pengumpulan dan pengeolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil
belajar peserta didik, yang mencakup penilaian autentik, penilaian diri,
penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat
kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah.
Penilaian dalam
kurikulum 2013 lebih ditekankan pada penilaian autentik. Istilah autentik
merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel. Penilaian autentik
adalah penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai masukan,
proses dan hasil pembelajaran. Bila pada kurikulum KTSP, penilaian lebih
ditekankan pada aspek kognitif yang menjadikan tes sebagai cara penilaian yang dominan,
maka kurikulum 2013 menekankan pada aspek kognitif, afektif, psikomotor secara
proporsional sesuai dengan karakteristik peserta didik dan jenjangnya yang
sistem penilaiannya berdasarkan tes dan portofolio yang saling melengkapi.
Jadi, semakin
rendah tingkat perkembangan dan jenjang
pendidikan peserta didik, maka penguasaan pengetahuan dan keterampilan memiliki
proporsi yang semakin kecil. Penanaman sikap memiliki proporsi yang besar pada
tingkat perkembangan dan jenjang pendidikan yang rendah. Semakin tinggi tingkat
perkembangan dan jenjang pendidikan
peserta didik, maka semakin besar proporsi pengetahuan dan keterampilannya
karena diasumsikan bahwa sikap telah tertanam pada jenjang pendidikan
sebelumnya.
Menurut lampiran
Permendibud no.66 tahun 2013 tentang standar penilaian, prinsip penilaian dalam
kurikulum 2013 sebagai berikut.
1. Objektif,
berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi oleh faktor
subjektivitas penilai.
2. Terpadu,
berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan
kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
3. Ekonomis,
berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pelaporannya.
4. Transparan,
berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan
dapat diakses oleh semua pihak.
5. Akuntabel,
berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah
maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
6.
Edukatif,
berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
Karakteristik
Penilaian Menurut Kurikulum 2013
1.
Belajar Tuntas
Untuk kompetensi pada kategori
pengetahuan dan keterampilan (KI-3 dan KI-4), siswa tidak diperkenankan
mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan
prosedur yang benar dan hasil yang baik. Asumsi yang digunakan dalam belajar
tuntas adalah siswa dapat belajar apapun, hanya waktu yang dibutuhkan yang
berbeda. Siswa yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang
sama, dibandingkan siswa pada umumnya.
2.
Penilaian Autentik
Memandang penilaian
dan pembelajaran secara terpadu. Penilaian autentik harus
mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah. Menggunakan berbagai
cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap). Penilaian autentik tidak hanya mengukur apa yang
diketahui oleh siswa, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan
oleh siswa.
3.
Berkesinambungan
Tujuannya adalah untuk mendapatkan
gambaran yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar siswa, memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian proses, dan
berbagai jenis ulangan secara berkelanjutan (ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, atau ulangan kenaikan kelas).
4.
Menggunakan teknik penilaian yang bervariasi
Teknik penilaian yang dipilih dapat
berupa tertulis, lisan, produk, portofolio, unjuk kerja, proyek, pengamatan,
dan penilaian diri.
5.
Berdasarkan acuan kriteria
Kemampuan siswa tidak dibandingkan
terhadap kelompoknya, tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan,
misalnya ketuntasan minimal, yang ditetapkan oleh satuan pendidikan
masing-masing.
Ranah
Penilaian
Tujuan penilaian hasil belajar, yaitu untuk
mengetahui capaian penguasaan kompetensi oleh setiap peserta didiksesuai
rencana pembelajaran. Ditinjau dari dimensi kompetensi yang ingin dicapai,
ranah yang perlu dinilai meliputi ranah
kognitif, psikomotor dan afektif.
1. Ranah
kognitif
Komponen
ranah kognitif dinilai meliputi tingkatan menghafal, memahami,
mengaplikasikan,menganalisis dan mengevaluasi.
a. Tingkatan
hafalan (ingatan) mencakup kemampuan mengahafal verbal atau menghafal parafrasa
materi pembelajaran berupa fakta, konsep, prinsip dan prosedur.
b. Tingkatan
pemahaman meliputi kemampuan membandingkan, mengidentifikasi karakteristik,
menggeneralisasi, dan menyimpulkan.
c. Tingkatan
aplikasi mencakup kemampuan dalam menerapkan rumus atau prinsip terhadap
kasus-kasus yang terjadi di lapangan.
d. Tingkatan
analisis meliputi kemampuan mengklasifikasi, menggolongkan, memerinci dan
mengurai suatu objek.
e. Tingkatan
sintesis meliputi kemampuan untuk memadukan berbagai unsur atau komponen,
menyusun, membentuk bangunan, mengarang, melukis, dan menggambar.
f. Tingkatan
evaluasi atau penilaian mencakup kemampuan menilai terhadap objek studi
menggunakan kriteria tertentu.
2. Ranah
Psikomotor
Penilaian
terhadap pencapaian kompetensi ini sebagai berikut:
a. Persepsi:
kemampuan memilah hal-hal secara khas setelah menyadari adanya perbedaan.
b. Kesiapan:
mencakup kemampuan penemparan diri dalam gerakan jasmani dan rohani.
c. Gerakan
terbimbing : kemampuan melakukan gerakan yang sesuai dengan contoh dari guru.
d. Gerakan
yang terbiasa: kemampuan melakukan gerakan tanpa bimbingan karena sudah
terbiasa dilakukan.
e. Gerakan
kompleks: kemampuan melakukan sikap moral caramembantu teman yang membutuhkan
bantuan dengan sikap yang menyenangkan, terampil dan cekatan.
f. Penyesuaian
pola gerakan: mencakup kemampuan mengadakan penyesuaian dengan lingkungan dan
menyesuaikan diri denganhal-hal yang baru.
g. Kreativitas:
kemampuan berperilaku yang disesuaikan dengan sikap dasar yang dimilikinya
sendiri (Rumini, 2007:3-28-29)
3. Ranah
Afektif
Dalam
ranah afektif ada dua hal yang perlu dinilai, yaitu (1) kompetensi afektif dan
(2) sikap dan minat siswa terhadap mata
pelajaran serta proses belajar. Kompetensi
afektif yang ingin dicapai dalam pembelajaran meliputi tingkatan
pemberian respons, apresiasi, penilaian, dan internalisasi.
Berbagai
jenis tingkatan ranah afektif yang dinilai, yaitu kemampuan siswa dalam:
a. Penerimaan:
memberikan respons atau reaksi terhadap nilai-nilai yang dihadapkan kepadanya.
b. Partisipasi:
menikmati atau menerima nilai,norma, dan objek yang mempunyai nilai etika dan
estetika.
c. Penilaian
dan penentuansikap: menilai (valuing) ditinjau dari segi baik-buruk, adil-tidak
adil, indah-tidak indah terhadap objek studi.
d. Organisasi:
menerapkandan mempraktikkan nilai, norma, etika, dan estetika dalam perilaku
sehari-hari.
e. Pembentukan
pola hidup: penilaian perlu dilakukan terhadap daya tarik, minat, motivasi,
ketekunan belajar, sikap siswa terhadap matapelajaran tertentu beserta proses
pembelajarannya.
Cakupan Penilaian
Penilaian berdasarkan lampiran Permendikbud no. 66
tahun 2013 mencakup penilaian autentik, penilaian diri, penilaian berbasis
portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian
nasional, dan ujian sekolah/madrasah, yang diuraikan sebagai berikut:
1.
Penilaian autentik merupakan penilaian
yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input),
proses, dan keluaran (output) pembelajaran.
2.
Penilaian diri merupakan penilaian yang
dilakukan sendiri oleh peserta didik secara reflektif untuk membandingkan
posisi relatifnya, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
3.
Penilaian berbasis portofolio merupakan
penilaian yang dilaksanakan untuk menilai keseluruhan entitas proses belajar
peserta didik, termasuk penugasan perseorangan atau kelompok di dalam atau di
luar kelas, khususnya pada sikap atau perilaku dan keterampilan.
4.
Ulangan merupakan proses yang dilakukan
untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik, untuk memantau kemajuan dan
perbaikan hasil belajar peserta didik.
5.
Ulangan harian merupakan kegiatan yang
dilakukan secara periodik untuk menilai kompetensi peserta didik setelah
menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.
6.
Ulangan tengah semester merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik setelah melaksanakan 8-9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan
ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan
seluruh KD pada periode tersebut.
7.
Ulangan akhir semestermerupakankegiatan
yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik
di akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator
yangmerepresentasikan semua KD pada semester tersebut.
8.
Ujian tingkat kompetensi yang
selanjutnya disebut UTK merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh
satuan pendididkan untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan UTK
meliputi sejumlah KD yang merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi
tersebut.
9.
Ujian mutu tingkat kompetensiyang
selanjutnya disebut UMTK merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan UMTK
meliputi sejumlah KD yang merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat
kompetensi tersebut.
10.
Ujian nasional yang selanjutnya disebut
UN merupakan kegiatan pengukuran kompetensi tertentu yang dicapai oleh peserta
didik dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan, yang
dilaksanakan secara nasional.
11.
Ujian sekolah/madrasahmerupakan kegiatan
pengukuran pencapaian kompetensi di luar kompetensi yang diujikan pada UN,
dilakukan oleh satuan pendidikan.
No
|
Jenis Penilaian
|
Penilai
|
Waktu
|
1
|
Penilaian
autentik
|
Guru
|
Berkelanjutan
|
2
|
Penilaian diri
|
Siswa
|
Tiap kali sebelum
ulangan harian
|
3
|
Penilaian proyek
|
Guru
|
Setiap akhir abab
atau akhir tema pelajaran
|
4
|
Ulangan harian
|
Guru
|
Terintegrasi
dalam proses pembelajaran
|
5
|
Ulangan tengah
dan akhir semester
|
Guru
|
Semesteran
|
6
|
Ujian tingkat
kompetensi
|
Sekolah
(kisi-kisi dari pemerintah)
|
Setiap kompetensi
yang tidak bersamaan dengan UN
|
7
|
Ujian mutu
tingkat kompetensi
|
Pemerintah
|
Setiap akhir
kompetensi (yang bukan akhir jenjang sekolah)
|
8
|
Ujian sekolah
|
Sekolah
|
Akhir jenjang
sekolah
|
9
|
Ujian nasional sebagai
ujian tingkat kompetensi pada akhir jenjang satuan pemdidikan
|
Pemerintah
|
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penilaian dilakukan
untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa
kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar,
dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang
akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta
didik, guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu,
dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya
bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu sendiri.
Hasil belajar peserta didik dapat
diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain),
yaitu domain kognitif, domain afektif , dan domain psikomotor.
Penilaian memiliki tujuan yang
sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk grading, seleksi,
mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.
Berbagai
macam teknik penilaian dapat dilakukan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang
dinilai. Teknik penilaian yang dimaksud antara lain melalui tes, observasi,
penugasan, inventori, jurnal, penilaian diri, dan penilaian antarteman yang
sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta
didik.
Prinsip-prinsip
penilaian
antara lain sahih (valid), objektif,
adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis,
menggunakan acuan kriteria, dan akuntabel.
Dalam pelaksanaan
kurikulum berbasis kompetensi, pendekatan penilaian yang digunakan adalah
penilaian yang mengacu kepada kriteria atau patokan. Dalam hal ini prestasi
peserta didik ditentukan oleh kriteria yang telah ditetapkan untuk penguasaan
suatu kompetensi.
Kurikulum 2013 memadukan tiga konsep
yang menyeimbangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Melalui konsep itu
keseimbangan antara hardskill dan softskill dimulai dari standar
kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian dapat
diwujudkan. Kurikulum 2013 menekankan pada
dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan
ilmiah. Penilaian
dalam kurikulum 2013 lebih ditekankan pada penilaian autentik.
DAFTAR PUSTAKA
Sunarti dan
Selly Rahmawati. 2014. Penilaian Dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Penerbit Andi.
terimakasih atas infonya. semoga bermanfaat
BalasHapus