Sabtu, 30 November 2013

puisi essay



SECUIL KISAH DI KOLONG LANGIT

Di sudut kota tua yang seakan merintih menahan keluh
Yang menjadi pusat peredaran kehidupan sang makhluk
Anak-anak berlomba mencari mobil di lampu merah
Hanya untuk mendapatkan sesuap nasi dan pelepas dahaga
Mereka hidup sendiri tak punya ayah bunda
Apalagi sanak saudara sebagai tempat pelipur lara
Yang mereka miliki hanyalah teman
Anak-anak yang  bernasib sama dan tanpa pendidikan

Mereka adalah anak-anak terlantar
Anak-anak yang sengaja ditelantarkan sejak kecil
Karena orang tua yang tidak mampu menghidupinya
Ataupun orang tua yang tak mau menginginkan kehadirannya
Sungguh miris kehidupan mereka[1]
Hidup di tengah peliknya kehidupan
Tak ada kemewahan dalam dirinya
Kolong-kolong langit yang menjadi tempat bersandar
Tak ada rumah
Tak ada kasur empuk
Tak ada selimut yang lembut
Yang ada hanyalah alas kardus bekas yang mereka temukan di tumpukan sampah
Pakaian mereka seadanya
Bahkan itu pakaian mereka satu-satunya di dunia
Selembar kain tipis yang selalu melekat di badan
Jika terkena angin,
Rasanya hembusan angin itu menembus rusuknya
Jika kondisi tidak baik menghadangnya
Ya, sakit misalnya
Mereka hanya bisa menahannya
Karena tak ada yang merawatnya
Tak ada yang menjaminnya
Tak ada kata-kata “segera larikan ke rumah sakit”
Tak ada kata perawatan yang istimewa
Kecuali...
Ya, kecuali rasa empati dari kawan-kawannya
Yang dengan ikhlas mau menolongnya
Malebihi apapun yang ada di dunia

Mengamen, mengemis...
Itu adalah keahlian mereka
Keahlian yang mereka dapatkan dari sejak kecil
Agar mereka dapat bertahan hidup
Jika bernasib baik
Puluhan ribu dapat dikantongi
Namun, jika peruntungan sedang tidak berpihak
Seratus perak pun mereka tak memperolehnya
Justru yang mereka dapatkan hanyalah
Kata-kata yang tak pantas dilontarkan
Kata-kata yang sangat menusuk hati
Namun mereka hanya bisa bersabar
Menerima perkataan seperti itu
Perkataan dari orang-orang yang nernasib lebih beruntung dari mereka
Mungkin orang-orang itu tidak paham
Dengan keadaan mereka yang kekurangan
Keadaan yang berbanding terbalik
Dari kehidupan mewah dari orang-orang itu

Akan tetapi perjuangan mereka seolah tak pernah padam
Mereka akan tetap terus berusaha keras untuk  mencari recehan demi recehan
Lalu recehan-recehan yang telah mereka peroleh, mereka kumpulkan
Mereka kumpulkan sedikit demi sedikit
Mereka berharap recehan- recehan itu lama-lama bisa menjadi bukit
Ya, seperti kata pepatah
Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit
Menjadi berharap tumpukan uang itu menjadi sangat banyak jumlahnya
Agar mereka bisa merubah nasib mereka menjadi manis
Namun, mereka seakan bangun dari tidurnya
Bangun dari mimpi-mimpinya
Mereka menyadari bahwa itu semua hanyalah khayalan mereka semata
Walaupun bagaimana juga
Uang yang telah mereka kumpulkan tak akan langsung berubah menjadi bukuit

Seakan kehidupan mereka tak habis dari kekecutan
Saat mereka sedang bertugas
Hambatan pun seolah selalu silih berganti untuk menyapa
Bukan hanya datang dari orang-orang yang berniat buruk saja
Tetapi...
Dari orang-orang yang berniat baik pun juga bisa menghambat pekerjaan mereka
Suatu ketika,
Saat ada penertiban
Penertiban untuk membersihkan jalan dari kaum-kaum seperti mereka
Mereka dengan siap siaga berusaha menghindar
Agar tidak ditangkap oleh petugas
Sebenarnya, penertiban itu tujuannya baik
Agar jalanan menjadi tertib
Dan pengguna jalan menjadi nyaman menggunakan jalan itu
Akan tetapi,
Jika mereka tertangkap
Mereka akan dibawa ke pos petugas
Dan kemudian
Mereka akan dimasukkan ke dalam panti sosial
Tempat untuk menampung kaum-kaum seperti mereka
Sebenarnya,
Jika mereka berada di panti sosial itu
Mereka bisa merasakan tidur di dalam ruangan
Mereka bisa mengisi perut tanpa harus bersusah payah memeras keringat di setiap lampu merah
Namun...
Mereka tidak mau
Karena hal itu terkadang berbanding terbalik dengan kenyataanya[2]
Sehingga mereka merasa tidak nyaman berada di tempat itu
Mereka merasa lebih betah tinggal di tempat yang sudah mereka anggap rumah
Ya, kolong-kolong langit
Kolong-kolong langit yang selalu menjadi saksi bisu kisah mereka

Kehidupan mereka rawan akan kejahatan
Yang seolah selalu ingin hinggap pada hidup mereka
Jika melihat kisah mereka satu persatu
Sungguhlah membuat hati tak tega
Perbudakan...
Ya, mereka sering mengalaminya
Bahkan oleh oarang-orang sesama mereka
Orang-orang yang menganggap dirinya lebih berkuasa dari mereka
Orang-orang yang menganggap dirinya lebih kuat dari merekayang masih kecil
Orang-orang yang seakan tak merasakan penderitaan itu
Seharusnya mereka bekerja untuk kehidupannya
Akan tetapi...
Tak jarang dari sebagian mereka justru bekerja untuk orang lain
Mereka dijanjikan kehidupan enak oleh seseorang
Seseorang yang menganggap dirinya sebagai raja jalanan
Seseorang yang menganggap dirinya penguasa daerah itu
Mereka dijanjikan perlindungan
Mereka dijanjikan jatah makan dan upah
Hanya dengan disuruh meminta-minta uang pada orang lain sebagai tugas mereka
Sementara sang raja jalanan itu hanya bersantai-santai
Menunggu mereka menyetor uang itu pada sang raja jalanan
Namun apa yang mereka dapat
Janji itu hanyalah angin lalu
Mereka tak diberi apa yang telah menjadi perjanjian
Mereka tak diberi jatah makan
Bahkan uang sepeserpun tak berhasil mereka sembunyikan
Karena perlakuan kasar dari sang raja jalanan
Yang langsung merebut setoran mereka
Namun apa boleh buat
Mereka hanya bisa pasrah
Karena mereka takut
Takut jika kehidupan mereka justru menjadi terancam

Eksploitasi...[3]
Sebenarnya beberapa dari mereka mengaku masih memiliki orang tua
Namun karena kondisi ekonomi
Yang memaksa mereka untuk turun ke jalanan
Karena mereka juga dipaksa oleh orang tua mereka
Dipaksa untuk menjadi alat pencetak uang
Dan terpaksa mereka harus menghentikan pendidikan mereka yang baru saja dimulai

Perdagangan anak...
Mereka rentan akan diperjual belikan kepada orang-orang yang tak dikenal
Beberapa dari mereka pernah mengalami
Dikumpulkan menjadi satu
Bersama anak-anak yang menjadi korban
Mereka dibawa oleh orang-orang yang mengaku dari sebuah lembaga
Katanya mereka akan kenyamanan
Namun apa, itu hanyalah kedok semata
Kedok untuk menutupi maksud jahat orang-orang itu
Lalu mereka dikumpulkan dalam suatu tempat yang dijadikan markas
Oleh orang-orang yang tak memiliki hati nurani
Tak jarang beberapa dari mereka berusaha melarikan diri
Kabur dari markas
Agar mereka tidak dijual kepada orang-orang berduit
Yang tak tahu apakah orang itu berniat baik
Atau justru memiliki niat buruk dengan memilikinya
Namun terkadang usaha mereka untuk kabur hanyalah sia-sia
Karena tubuh mereka masih kecil
Karena umur mereka juga masih seumur jagung
Sementara...
Lawan mereka
Orang yang tak berhati nurani itu lebih kuat
Dan jumlah mereka pun tidak hanya satu
Serta tubuh orang-orang itu juga tidaklah sekurus mereka
Melainkan seperti raksasa
Yang siap menerkam jika mereka melawannya

Kehidupan luar sangatlah keras
Jika tak mampu mempertahankan diri
Justru bisa tumbang sia-sia
Menjadi anak jalanan bukanlah pilihan mereka
Kalau boleh memilih
Mereka ingin dilahirkan kembali
Dilahirkan kembali di tengah keluarga yang sempurna
Mereka ingin kehidupan yang lebih layak
Mereka ingin merasakan kasih sayang orang tua
Mereka ingin diperhatikan
Mereka ingin mendapatkan pendidikan
Menikmati indahnya memakai seragam
Menikmati indahnya bermain bersama kawan
Tapi apa daya...
Mereka itu siapa?
Mereka hanyalah anak-anak jalanan
Anak-anak penghias jalan ibukota
Yang siang dan malam harus selalu memeras keringat mereka
Dan terkadang mereka hanya dipandang sebelah mata

Kehidupan mereka sangat berbahaya
Jika salah melangkah
Bisa saja mereka terjerumus dalam tindakan tidak baik
Ya, tindakan kriminal
Tindakan yang erat hubungannya dengan anak-anak denagn nasib seperti mereka
Mencuri, mencopet, dan menipu orang lain
Bisa saja mereka terjerumus dalam perbuatan itu
Mungkin jika mereka sedang dalam keadaan terpaksa
Tapi entahlah
Lalu...
Jika mereka salah memilih teman
Mereka juga bisa terjerumus pergaulan bebas
Pergaulan anak muda jaman sekarang
Ya, pergaulan bebas
Namun...
Walaupun mereka hidup di lingkungan bebas
Tapi sebenarnya
Dari lubuk hatinya
Tak ada kemauan dari dalam hati
Untuk terjerumus dari segala perbuatan yang tidak baik itu

Menjadi kecil dan tertindas bukanlah suatu pilihan
Menjadi kecil dan tertindas juga bukanlah pilihan mereka
Namun inilah kenyataan
Kenyataan dari dunia luar yang harus dihadapi
Dunia yang penuh dengan persaingan
Dunia yang penuh kepalsuan
Siapa yang kuat dan pandai memainkan trik
Dialah juaranya, mampu menguasai kaum yang lemah seenak hatinya
Dan siapa yang kalah dan lemah
Dialah yang harus merasakan kepahitan dunia
Seharusnya...
Anak seusia mereka masih bisa meraskan indahnya permainan
Masih harus menikmati kasih sayang dari orang-orang terkasih yang telah membawanya hadir ke dunia ini
Masih harus mendapatkan indahnya bangku sekolah
Masih harus mendapatkan makanan yang penuh gizi agar tubuh mereka tidak megurus dan kering kerontang
Karena mereka masih dalam usia pertumbuhan
Namun sebaliknya
Keadaan itu seolah menolak untuk singgah di hidup mereka

Sungguh...
Di manakah letak keadilan di negeri ini?
Di saat orang-orang besar menikmati indahnya dunia
Di saat orang-orang besar tengah sibuk menikmati kesuksesannya
Di saat orang-orang besar berlomba-lomba untuk menjadi yang paling terdepan
Sementara itu...
Di sudut tempat lain
Ada anak-anak yang tak seberuntung orang-orang itu
Mereka harus menanggung nasib mereka sendiri
Nasib yang semua orang tak ingin merasakannya
Apakah orang-orang besar itu tidak melihat kondisi mereka?
Sungguh ironi memang, namun itulah kehidupan
Seharusnya,
Seharusnya kita semua bersatu
Bahu mambahu untuk menolong mereka
Menolong kaum-kaum kecil seperti mereka
Setidaknya dengan bantuan kecil
Bantuan kecil yang dapat membuat mereka melemparkan senyum kebahagiaan
Bantuan kecil yang dapat membuat mereka merasa sedikit beruntung
Bantuan kecil dengan memberikan pendidikan misalnya
Pendidikan yang bebas biaya
Dan juga pendidikan yang tak harus ada persyaratan yang membebankan mereka
Pendidikan yang dapat mereka jadikan bekal untuk kehidupan mereka di masa mendatang
Kehidupan mereka jika sudah dewasa
Agar mereka tidak merasakan ketertinggalan
Dari arus kemajuan zaman yang membawa mereka lebih baik lagi
Lagi, lagi, dan lagi...

Beruntunglah...
Terkadang mereka beruntung
Mereka pernah menemukan malaikat-malaikat tanpa sayap
Malaikat-malaikat yang membantu mereka[4]
Walaupun bantuan itu tidak seberapa
Tetapi setidaknya mereka bisa sedikit merasakan bagaimana belajar
Ya, mereka diajarkan membaca dan berhitung
Mereka diajarkan keterampilan
Keterampilan membuat kerajinan
Dari sampah-sampah bekas yang mereka kumpulkan
Sampah-sampah bekas yang masih bisa didaur ulang
Dijadikan barang-barang yang berguna dan mempunyai nilai jual
Selain itu, mereka juga diajarkan keterampilan bermusik
Bagaimana memainkan musik dengan baik
Juga memainkan musik dengan barang-barang bekas
Dan menyanyi lagu-lagu kebangsaan
Agar mereka lebih mencintai negerinya sendiri
Namun, peruntungan yang mereka peroleh tak selamanya dapat mereka nikmati setiap waktu
Hanya sesekali saja
Jika para malaikat itu sedang singgah di kawasan mereka
Ya, karena kesibukanlah yang menjadi penyebabnya
Kesibukan untuk melaksanakan tugas yang lain
Kesibukan yang tak dapat ditinggalkan
Kesibukan yang dapat digunakan untuk menyambung hidupnya

Ya, begitulah kehidupan mereka
Kehidupan anak-anak yang terlantar
Yang semua orang tak ingin merasakannya
Namun apapun yang terjadi
Mereka tak dapat menolaknya
Yang sudah menjadi kehendak Sang Illahi
Kehendak yang sudah menjadi garis kehidupannya
Namun yang pasti
Mereka semua sama dengan orang-orang yang hidup di dunia ini
Andai roda dapat berputar
Mungkin kehidupan mereka bisa menjadi bersinar
Mereka ingin merdeka
Merdeka dari keterpurukan
Merdeka dari penderitaan
Mereka tak ingin dipandang sebelah mata
Mereka ingin diperlakukan sama
Diperlakukan sama seperti anak-anak yang lain
Anak-anak lain yang lebih berunrung dari mereka
Anak-anak lain yang bisa menikmati indahnya dunia
Karena mereka adalah anak-anak
Anak-anak yang menjadi generasi muda
Generasi muda penerus bangsa
Generasi muda yang ingin meraih cita-citanya
Dan mengabdikan dirinya kepada bangsa tercinta

Itulah secuil kisah kehidupan anak-anak penghias jalan ibukota
Secuil kisah yang dapat dijadikan pelajaran
Oleh semua makhluk ciptaan Sang Penguasa jagad raya
Agar bangsa ini dapat semakin maju
Menjauh dari kata keterpurukan
Dan anak-anak bangsa dapat menikmati indahnya negeri tercinta ini



1.   1.    Anak yang seharusnya masih berada dalam lingkungan bermain dan belajar, ketika ia pergi atau bahkan tinggal di jalan, maka terbayangkah kehidupan yang mereka jalani? Sepintas penglihatan kita ketika bertemu di jalanan, kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan di perempatan jalan misalnya, sudah mengandung beragam resiko seperti rawan akan kecelakaan atau resiko terkena penyakit akibat kerapkali menghirup racun-racun kendaraan bermotor. Menelusuri lebih jauh menyaksikan kehidupan malam mereka di taman kota, pasar, gedung-gedung kosong, emperan toko, atau gerbong-gerbong kereta di stasiun, mereka bisa terlelap tanpa alas. Bahaya apa yang membayang-bayangi? Terlebih bila anak perempuan juga dijumpai di sana? Beranjak lebih dalam berintegrasi dengan mereka, akan kita ketahui bagaimana pola hubungan antar mereka, dengan orang-orang jalanan, dengan masyarakat umum, aparat negara, dan pihak-pihak lainnya. Terbayangkah posisi mereka? Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia jalanan adalah dunia yang penuh dengan kekerasan dan eksploitasi. Pertarungan  demi pertarungan selalu berakhir dengan kekalahan tanpa ada kemenangan dari pihak manapun. Namun ini terus saja berlangsung. Seorang dewasa-pun belum tentu mampu  mengarunginya dengan baik. Apalagi bagi anak-anak!  (http://yayasansetara.org/kekerasan-terhadap-anak-jalanan/)

2.   2.   Berbagai penelitian, laporan program, hasil monitoring dan pemberitaan media massa telah banyak mengungkap situasi buruk yang dialami oleh anak jalanan Semarang. Monitoring PAJS (1997) di kawasan Tugu Muda pada periode Juli-Desember 1996, mencatat dari 22 kasus kekerasan terhadap anak jalanan 19 kasus (86,3%) dilakukan oleh petugas keamanan (kepolisian, Satpol PP, dan TNI) yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap mereka. Hal senada diungkap pula dalam laporan penelitian YDA (1997) yang menyatakan bahaya terbesar yang paling sering dialami anak jalanan adalah dikejar polisi di mana 91% anak yang pernah tertangkap mengaku mengalami penyiksaan (Permadi & Ardhianie –peny.; 1997). (http://yayasansetara.org/kekerasan-terhadap-anak-jalanan/)

3.   3.   Seorang anak, masih mengenakan seragam sekolah,membawa krincingan sembari menyanyikan lagu-lagu pop di sebuah perempatan jalan. Wajahnyadekil dan pakaiannya kumal. Meski beberapa kalipengemudi kendaraan menolak memberinya receh, si anak tak berputus asa dan berlalu mendekati kendaraan lain.Nama anak itu Ali. Usia yang masih belia tak mem-buatnya surut mengais rizki dari mengamen dan mencucipiring di warung-warung. Melihat wajahnya yang polos,orang pasti merasa iba, mengapa anak sekecil itu sudahharus mencari uang sendiri. Ironisnya, justru sang ayahtiri yang memaksa dirinya mengamen. Ali mengaku kerapdihajar ayahnya bila uang yang diperolehnya sedikit.Lain lagi dengan Asnal Muttaqin. Ia dan kakaknyadisuruh sang ibu merantau hingga ke Semarang untuk mengamen dan mencari uang. Pasalnya, sekolah sedanglibur dan keluarga mereka sangat membutuhkan uang untuk menyambung hidup sembilan orang anggota keluarganya.Alhasil, Asnal dan kakaknya mangkal di emperan tokosambil mengamen dan berjualan koran.Fenomena tersebut tidak hanya dijumpai pada Ali danAsnal. Banyak kejadian-kejadian eksploitasi serupa yang tidak terekspos. Sayangnya, anak-anak tersebut tidak mengertidiri mereka tengah dieksploitasi demi menopang ekonomikeluarga. Jelas, ini membawa dampak negatif bagi sanganak. Dampak yang paling dominan diterima adalah dariaspek psikologis. (http://www.scribd.com/doc/49258617/Tabloid-Manunggal-Eksploitasi-Anak)

4.   4.   Tanpa bisa dipungkiri bahwa lembaga swadaya yang bersifat bakti sosial ini juga turut berperan dalam perbaikan hidup para anak jalanan. Lembaga ini tak memikirkan untung ataupun rugi, tapi bersifat sosial untuk membantu saudara-saudara kita yang ada di luar sana. Mereka dapat mendanai anak-anak jalanan dari para donator yang memberi bantuan kepada lembaga swadaya. Seperti yang dikutip dalam Kompas (2010) bahwa lembaga swadaya di Jakarta mengumpulkan para anak-anak jalanan untuk diajari membaca, menulis, dan mengajari ketrampilan agar siap terjun kedunia kerja. Lembaga-lembaga swadaya ini bekerja atas dasa sosial yang muncul dari hati nurani, tanpa menunggu kebijakan-kebijakan dar pemerintah yang terkadang memberatkan rakyat kecil, para dermawan dan para relawan ini dengan tekad membantu saudara-saudara kita yang berada di jalanan. Tak peduli panas atau hujan, untung atau rugi, mereka bekerja untuk kemanusiaan. Demi membantu saudara-saudara kita, mereka melakukannya dengan tulus tanpa mengeluh dan tanpa pamrih. Mereka juga bisa dikatakan pahlawan, sebab karena merekalah akan muncul bibit-bibit baru yang akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini, ditengah rusaknya dan karut marutnya bangsa ini mereka tetap bekrja dengan hati. Mungkin ini bisa dijadikan suatu motivasi bagi kita, agar tak kalah dengan anak-anak jalanan yang berusaha untuk hidup lebih baik lagi. Kaena mungkin cap jelek dilekatkan pada anak-anak jalanan, tetapi tak semua anak jalanan seperti itu. Masih banyak yang menyimpan asa atau cita-cita mereka dalam hati mereka masing-masing, dan mereka percaya suatu saat akan tercapai berkat kerja keras mereka. Kita hargai semua perjuangan para dermawan serta para relawan yang dengan senang hati membantu sesame kita yang membutuhkan tanpa adanya instruksi dari pemerintah. Bersyukurlah kita yang telah berkecukupan, sebab masih banayak saudara-saudara kita yang kekuranagan dan membutuhkan pertolongan kita diluar sana. Dari paparan diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa anak jalanan juga buth perhatian dari pemerintah. Sesuai dengan undang-undang yang telah dibuat, hal ini sanagat penting sebab peraturan dibuat untuk dijalankan bukan untuk dilanggar. Sebab dampak yang ditimbulakan sangat banyak, misalnya anak jalanan dijadikan obyek eksploitasi oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Sungguh perbuatan yang keji. Maka peran pemerintah sangat vital dan sangat dibutuhkan agar kejadian-kejadian tersebut tak terjadi lagi. Pemerintah juga harusnya membuka lapangan kerja di pedesaan bukan hanya tersentral pada perkotaan, bila itu telah terrealisasikan maka kejadian-kejadian yang takdiinginkan tak mungkin terjadi. Selama ini pemerintah terkesan  menutup mata dan telinga mereka, padahal peran mereka sangat vital. Harusnya kita bangga bahwa masih ada para dermawan dan relawan yang memperjuangkan mereka, para anak jalanan. Seperti lembaga swadaya yang memperjuangkan mereka, menampung mereka serta mengajarkan keterampilan pada anak-anak jalanan agar siap masuk ke dunia kerja, dan tak lagi menggantungkan hidupnya hanya di jalanan, tetapi juga karena kerja keras mereka yang dihargai oleh orang lain. Untuk mewujudkannya perlu bukti nyata dari para pemerintah, bukan sekedar janji-janji belaka tetapi tindakan nyata yang dibutuhkan utuk menyelesaikan masalah sosial ini. Dengan membuka lapangan kerja baru, membuka panti sosial atau tempat perkumpulan anak-anak jalanan, agar mereka aman dan terlindungi, sehingga tak dijadikan obyek eksploitasi oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Semoga ini dapat terrealisasi dan terwujud, agar anak Indonesia menjadi lebih baik lagi.(http://benradit.wordpress.com/2012/05/16/realita-kehidupan-anak-jalanan-indonesia/)