Pangeran Yang Menyamar
Satu bulan sekali Raja
mengadakan perjamuan. Lima puluh warga masyarakat yang berjasa diundang. Mereka
duduk di bangku yang menghadap meja panjang dan menikmati aneka hidanngan
lezat. Raja bercakap-cakap dengan para warga yang mendapat kehormatan dan pada
waktu pulang masing-masing mendapat medali emas.
Sungguh suatu pertemuan
yang menarik. Ada orang yang merintis usaha dan mengurangi pengangguran di
lingkungannya, ada anak gadis yang menyelamatkan adik-adiknya dari bahaya kebakaran,
ada polisi yang meringkus penjahat, ada guru yang memberantas buta huruf di
kampungnya, petani yang menemukan bibit jagung jenis baru, dan sebagainya.
Namun, dalam pesta
itu Raja tak pernah mengundang
anak-anaknya. Maka putra bungsu Baginda yang berusia 16 tahun, Tio jadi
bertanya-tanya. Dan jawaban ibunya tegas saja, “Anakku, jamuan makan itu khusus
untuk orang-orang yang sudah membuktikan jasanya. Jadi kalau kamu juga bisa
menunjukkan bahwa kamu berjasa, tentunya ayahmu akan mengundangmu.”
“Tapi, Ibu, dengan cara
apa aku harus menunjukkan bahwa aku berjasa?” tanya Tio. “Aku selalu sibuk
dengan pelajaran sekolahku.”
Ibunya tersenyum.
“Kalau kamu tabah dan mau
kerja keras, Ibu bias menunjukkan jalan,” kata Ibunya.
“Tolong tunjukkan, Bu.
Aku mau melakukan apa saja, asalkan aku bias diundang ke perjamuan,” kata Tio.
“Pada waktu libur
sekolah, kamu harus menyamar menjadi pelayan selama dua minggu. Dan kamu
bertugas di dapur. Nah, carilah kesempatan untuk berbuat sesuatu yang baik dan
menguntungkan kerajaan,” pesan Permaisuri.
Tio sangat gembira. Libur
sekolah masih dua bulan lagi. Rasanya lama benar saat itu tiba.
Akhirnya tibalah saat
yang dinantikan. Kepala dapur istana, Pak Yan, tidak mengenali bahwa Tio itu
pangeran kerajaan. Tio disuruh menyapu, membantu memasak, menyiapkan meja, dan
sebagainya. Melihat Tio yang demikian canggung bekerja, Pak Yan mengomel, “Anak
muda seperti ini diterima bekerja. Kalau kamu tidak ada kemajuan dalam waktu
seminggu, akan kupecat.”
“Maaf, Pak, saya akan
berusaha sebaik-baiknya!” kata Tio. “Beri saya kesempatan.” Dalam hati ia
sangat tersinggung. Tapi, ibunya mengatakan bahwa ia harus tabah.
Untunglah Tio cerdas dan
cepat belajar. Sesudah tiga hari ia mulai terbiasa dengan tugas-tugasnya dan
mulai cekatan. Pak Yan senang juga, walaupun omelan-omelannya tetap sering
terdengar.
Wakil Pak Yan adalah Pak
Rus. Pak Rus ini pendiam dan penyabar. Ia melakukan banyak tugas, karena Pak
Yan umumnya hanya memerintah. Salah satu tugas Pak Rus adalah menerima bahan
makanan dari pemasok. Tio membantunya, menimbang sayur, buah, telur, daging,
dan sebagainya, kemudian mencocokkan dengan catatannya.
Suatu hari ketika Pak Rus
dan Tio menerima barang, Pak Yan mendekati dan memperhatikan pekerjaan mereka.
Setelah selesai, ia memarahi Pak Rus.
“Kamu ini bagaimana, sih.
Kuberi kepercayaan menerima barang, tapi kammu tidak menuruti pesanku. Sudah ku
katakan semua barang harus dikurangi satu kilogram dari daftar,” kata Pak Yan.
“Itu tidak jujur. Aku
tidak bisa melakukannya,” kata Pak Rus.
“Kamu harus bisa. Kalau tidak
bias, kamu boleh mengundurkan diri. Kuberikan waktu untuk berpikir,” kata Pak
Yan. “Besok aku akan mengajarkan Tio cara menerima barang sesuai keinginanku.”
Tio segera tahu bahwa Pak
Yan beniat tidak baik.
Esok harinya, Pak Yan
mengajarkan Tio. Setiap barang yang diterima dikurangi satu kilogram dari
daftar.
Hari itu ketika ada
kesempatan, Pak Rus berkata, “Tio, kamu masih muda. Kejujuran lebih berharga
daripada pekerjaan. Carilah pekerjaan di tempat lain daripada bekerja di sini
tetapi melakukan kecurangan. Orang jahat pasti menerima ganjaran.”
“Terima kasih, Pak Rus.
Saya akan mempertimbangkan nasihat Pak Rus,” kata Tio.
Tio berpikir. Ia sudah
bekerja sebelas hari. Waktunya tinggal tiga hari. Setelah itu ia harus
berhenti, karena ibunya memberi kesempatan dua minggu. Sekaranglah saatnya
bertindak untuk menunjukkan jasanya pada kerajaan.
Malam harinya Tio melapor
pada ibunya.
“Bagus, Tio, rasanya
keinginanmu tidak lama lagi akan segera tercapai!” kata ibunya.
Esok harinya ketika
pemasok dating, Pak Yan memanggil Tio untuk membantunya.
Tio menimbang barang,
tapi tak dikurangi satu kilogram pun.
“Kamu ini bagaimana,
kalai dicatatan 20 kg, kamu timbang 19 kg. kelebihan barang dikembalikan pada
pemasok,” omel Pak Yan.
“Maaf, aku tidak biasa!” kata
Tio.
“Sudahlah, biar aku yang
menimbang. Kamu bantu mengangkat barang saja!” kata Pak Yan tidak sabar.
Ketika setengah dari
pekerjaan menerima barang selesai, muncullah para pengawal. Mereka berkata,
“Pak Yan, kami bertugas melakukan pemeriksaan. Mana barang-barang yang sudah
ditimbang? Kami akan memeriksa timbangannya apakah sudah sesuai dengan yang
dicatatan apa belum!”
“Oh.. ya, ya, silakan
berurusan dengan Tio, anak buahku. Ia bertugas menerima barang!” kata Pak Yan.
Tio tersenyum dan
berkata, “Bapak yang menimbang, bukan? Aku Cuma membantu mengangkat.”
Wajah Pak Yan merah
padam.
“Kamu berani benar kurang
ajar pada atasan! Saya pecat kamu, baru tahu rasa kamu!” kata Pak Yan dengan
berang.
“Pak Yan tidak perlu
memecat saya. Saya juga akan mengundurkan diri, karena tugas saya sudah
selesai. Saya adalah putra bungsu Raja. Ayo, silakan Bapak-Bapak bertindak,”
kata Tio.
Kecurangan Pak Yan segera
terungkap. Hari itu juga kepala personalia istana memproses kasus tersebut. Pak
Yan dimasukkan ke penjara. Dan Pak Rus menggantikan kedudukannya.
Pada waktu jamuan makan
kerajaan diadakan bulan berikutnya, Tio diundang karena ia berjasa membongkar
kecurangan di dapur istana. Keinginan Tio tercapai karena ia mau berusaha dan
bekerja keras untuk mencapai apa yang diinginkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar