Putri Kodok
Matahari tekah memancarkan sinarnya,
memberikan kemanfaatan bagi semua makhluk di atas bumi. Bibi separuh baya itu
telah mempersiapkan segala peralatan dan bekal untuk mencari kayu bakar di
tengah hutan. Itulh kebiasaannya setiap hari. Hidup jauh dari perkampungan di
tepian hutan, tanpa sanak saudara dan hanya menggantungkan hidupnya pada alam
sekitarnya.
Bibi selalu mencari kayu bakar di tengah
hutan, kemudian dijual di pasar dan ditukarkan dengan bahan pangan yang
dibutuhkan. Sungguh si bibi ini sangat jauh dari kemewahan dunia. Hidup dalam
kesedehanaan yang luar biasa. Namun itu semua diterimanya dengan ikhlas dan
sabar, tidak pernah mengeluh terhadap nasibnya. Bibi benar-benar yakin pada
kodrat dan iradat Tuhan Sang Pencipta dan penguasa alam semesta beserta seluruh
isinya. Sabit sebagai senjata utamanya, air putih dalam botol dan sepotong
singkong rebus sebagai bekal telah disiapkan pula. Maka setelah itu Bibi berangkat
menuju hutan belantara yang memberinya kehidupan setiap hari.
Setelah sampai di hutan, mulailah Bibi mencari
kayu bakar. Perlahan tapi pasti, matahari merambat dalam garis yang telah
ditetapkan sesuai kodratnya. Bibi terus mencari kayu bakar yang selama ini
menghidupinya. Keringat kelelahan telah membasahi seluruh baju yang dikenakan
dan bekal pun habis dimakan tanpa tersisa. Dia sangat heran, rasanya hari ini
berbeda dari hari-hari biasanya. Panas matahari serasa membakar tubuh,
kerongkongan terasa kering, padahal air putih bekal yang dibawa sudah habis.
Tidak kuat menahan dahaga, akhirnya Bibi pergi mencari sumber air untuk
membasahi tenggorokannya. Namun, tidak satupun sumber air ditemukan. Tetapi, di
hadapannya tampaklah olehnya hamparan buah mentimun yang membelukar, yang
sedang berbuah. “Alhamdulillah, aku akhirnya mendapat obat haus dan lapar,”
kata Bibi. Tanpa berpikir panjang, Bibi memetik buah mentimun dan dinikmatinya
di bawah pohon yang rindang.
Tetapi, di tengah-tengah menikmati buah
mentimun, Bibi dikejutkan dengan suara seornag anak perempuan yang menegur
dengan suara yang tidak jelas. Suara itu berulang kali didengarnya. Pad
mulanya, Bibi ciut juga nyalinya karena mendengar suara tetapi tidak ada
wujudnya. Akhirnya Bibi penasaran, maka dicarilah ke arah suara, siapakah
sebenarnya yang bersuara tersebut. Ternyata di sebuah batu yang berlubang
besar, tampaklah seekor kodok yang sangat besar, yang berbeda dari kebanyakan
kodok lainnya. Si Kodok Nampak begitu cantik, dan bahkan menyapa kepada Bibi
yang baru datang. “Selamat dating di tempat tinggalku, Bibi,” kataa si Kodok.
Maka keduanya pun akhirnya bergaul sangat akrab seperti halnya manusia biasa.
Singkat cerita, si Kodok digendong oleh Bibi dibawa pulang ke rumahnya.
Seperti hari-hari biasanya, Bibi selalu
berangkat menuju hutan, legkap dengan bekalnya. Kemudian langsung menjual hasil
pencarian kayu bakarnya menuju ke pasar. Sampai di rumah menjelang tengah hari
dan segeralah bergegas memasak hasil belanjanya di pasar. Bibi memang hidup
sendirian, semua pekerjaan dikerjakan sendiri dan hidupnya benar-benar berada di
bawah garis kemiskinan. Bekerja hari ini, untuk makan hari ini pula. Namun hari
itu Bibi mengalami keanehan luar biasa. Saat ia ke dapur hendak memasak, tetapi
betapa terkejutnya ia mendapati di atas meja tua yang terbuat dari bamboo telah
tersedia nasi, sayur, dan lauk pauk yang masih mengepul seperti baru selesai
dimasak. Dalam keadaan tanda Tanya, Bibi menikmati dengan lahapnya. Namun tak
henti-hentinya pertanyaan selalu menggoda dalam hatinya, dari mana sebenarnya
asal makanan selezat itu.
Peristiwa itu berlangsung setiap hari setiap
Bibi pulang dari pasar, selalu sudah tersedia masakan yang lezat. Dengan
penasaran si Bibi mengintip keadaan rumahnya, ingin melihat siapakah yang
sebenarnya membuat masakan setiap hari tersebut. Tidak beberapa lama, tampaklah
sorang putri yang sangat cantik sedang sibuk memasak. Bibi terus mengintip dari
lubang-lubang dinding rumahnya yang terbuat dari bamboo. Setelah yakin bahwa
yang memasak adalah seorang putri yang sangat cantik, maka masuklah Bibi ke
dalam rumahnya, dan langsung menuju ke kamar di mana tempat kodok itu disimpan.
Dan ternyata si Kodok itu hanya tinggal kulitnya saja. Berkatalah Bibi dalam
hati, “Berarti putri cantik itu adalah penjelmaan dari kodok.” Akhirnya
dibakarlah kulit kodok tersebut sehingga si putri cantik tidak bias lagi
menjelma menjadi kodok. Maka berakhirlah perjalanan sang putri yang menjelma
menjadi kodok, karena disumpah oleh seorang penyihir. Dan putri tersebut adalah
putri raja.
Betapa suka citanya si Putri, karena dia dapat
kembali ke wujud aslinya, yaitu sebagai putri raja. Maka akhirnya Bibi diajak
pulang ke kerajaan untuk menghadap sang raja. Dan berbahagialah Bibi bersama
putri tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar